BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum adalah sesuatu hal yang sangat penting karena kurikulum itu
merupakan bagian dari program pendidikan. Tujuan utama dari kurikulum itu
sendiri bukan hanya untuk menghasilkan suatu bahan pelajaran, namun tujuan dari
kurikulum yang sebenarnya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kurikulum
tidak hanya memperhatikan perkembangan dan pembangunan masa sekarang tetapi
juga mengarahkan perhatian ke masa depan.
Adapun tujuan dari pendidikan sekolah menjadi lebih luas dan kompleks
karena dituntut selalu sesuai dengan perubahan. Maka dari itu, kurikulum harus
selalu diperbarui sejalan dengan perubahan yang terjadi. Untuk mencapai tujuan
pendidikan yang ditetapkan, kurikulum harus disusun secara strategis dan dirumuskan
menjadi program-program tertentu. Karena harus selalu relevan dengan perubahan
masyarakat, penyusunan kurikulum harus mempertimbangkan berbagai macam aspek
seperti perkembangan anak, perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan
kebutuhan masyarakat, lapangan kerja dan lain sebagainya.
Dalam
makalah pendek ini akan membahas masalah pengertian kurikulum, konsep-konsep
kurikulum, sejarah kurikulum serta bagaimana peranan dan fungsi dari kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kurikulum
Pada dasarnya perkembangan kurikulum di Indonesia
berpijak dari perkembangan pendidikan Indonesia itu sendiri. Secara formal,
sejak zaman penjajahan Belanda sudah terdapat sekolah, dan artinya berarti
kurikulum pun sudah ada. Namun, kurikulum pendidikan dan persekolahan
dilatarbelakangi oleh visi para penjajah.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya
pada tanggal 17 Agustus 1945, pendidikan di tanah air terus berkembang,
termasuk dalam hal perhatian pemerintah dalam perkembangan kurikulum. Adapun
perkembangan kurikulum di tanah air sendiri dapat diklasifikasikan menjadi
empat periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan, periode orde lama, periode
orde baru, dan periode reformasi. Pada masing-masing periode tersebut mencakup
kurikulum sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah
menengah atas (SMA).
1.
Kurikulum
Sekolah Dasar (SD)
a. Kurikulum
Sekolah Dasar pada Masa Kompeni (sampai-1960)
Pada abad 16 dan
17, berdiri lembaga-lembaga pendidikan dalam upaya penyebaran agama Kristen di
tanah air (oleh Belanda). Sedangkan, Portugis mendirikan lembaga pendidikan di
Maluku dalam upaya penyebaran agama Katolik. Pendidikan tersebut tidak saja
diperuntukkan bangsa Belanda, tetapi juga untuk pribumi, khususnya di daerah
pantai dan terbatas hanya untuk agama Kristen. Di dalam peraturan sekolah
tahun1964 dinyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah agar anak didik nantinya
sanggup dipekerjakan pada pemerintah dan gereja.
Pada zaman
Inggris (1811-1816), masalah pendidikan tidak terlalu diperhatikan, sehingga sekolah-sekolah
yanh sudah ada hampir tidak ada lagi. Namun, pada zaman Van den Bosch
(1830-1834), Belanda membuka kembali lembaga-lembaga pendidikan, namun masih
terbatas untuk anak pribumi atau priyayi pribumi.
Tahun 1892,
terdapat dua macam sekolah rendah. Pertama,
sekolah kelas dua untuk anak pribumi dengan lama pendidikan 3 tahun dan
pelajaran yang diprogramkan adalah berhitung, menulis dan membaca. Kedua, sekolah kelas satu untuk anak
pegawai pemerintah Hindia Belanda. Lama pendidikan awalnya 4 tahun, kemudian 5
tahun dan akhirnya 7 tahun. Tujuannya yaitu mendidik pegawai-pegawai rendahan
untuk keperluan kantor-kantor pemerintah dan kantor-kantor dagang. Programnya
yaitu ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat/menggambar, dan ilmu mengukur tanah.
Bahasa pengantarnya adalah Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda.
b. Kurikulum
Sekolah Dasar pada Zaman Kolonial Belanda
Undang-undang
Hindia Belanda membagi jenis penduduk menjadi tiga golongan, yaitu Eropa, Timur
Asing dan Bumiputera.
Untuk itu,
didirikan pula tiga jenis sekolah rendah bagi anak-anak berdasarkan tiga jenis penduduk tersebut :
-
ELS
(Europe Lagere School) untuk anak-anak Eropa, Tionghoa dan Indonesia yang
menurut Undag-Undang haknya disamakan dengan bangsa Eropa;
-
HCS
(Holland Chinese School) untuk golongan Tionghoa;
-
HIS
(Holland Inlandse School) untuk rakyat golongan pribumi atau bumiputera
kalangan atas.
Sementara untuk pribumi kalangan bawah didirikan
Sekolah Desa dan Sekolah Sambungan.
Gambaran pendidikan rendah di Indonesia pada zaman Belanda berlangsung
sampai tahun 1942.
c. Kurikulum
Sekolah Dasar pada Zaman Jepang
Pada masa
Jepang, perkembangan pendidikan mempunyai arti tersendiri bagi bangsa
Indonesia, yaitu terjadinya keruntuhan system pemerintahan kolonial Belanda.
Pada masa ini, semua sekolah rendah yang bermacam-macam tingkatannya itu
dihilangkan sama sekali, dan tinggallah Sekolah Rendah untuk bangsa Indonesia,
yaitu sekolah rakyat yang disebut Kokumin Gako (6 tahun lamanya pendidikan).
Jenis pendidikan
ini kurang memerhatikan isi. Anak didik (pada waktu itu) harus membantu Jepang
dalam peperangan sehingga anak-aak pribumi harus mengikuti latihan militer di
sekolah. Pelajaran olahraga sangat penting, karenanya anak didik harus
mengumpulkan batu, kerikil dan pasir
unutk kepentingan pertahanan. Kemudian anak-anak juga disuruh untuk menanam
pohon jarak untuk membuat minyak demi kepentingan perang. Selanjtnya, pelajaran
berbau Belanda dihilangkan, dan Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa
pengantar.
d. Kurikulum
Sekolah Dasar pada pascakemerdekaan
(1)
Masa
setelah merdeka sampai 1952
Setelah merdeka, pedoman pelaksanaan pendidikan
berdasarkan UUD 1945. Atas usul dari Badan Pekerja KNIP, pada Desember 1945
dibentuklah Panitia Penyelidikan Pendidikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran
dan Kebudayaan (PP dan K).
Pada masa pendudukan Belanda (NICA), Indonesia
dibagi menjadi Negara-negara bagian (RIS). Tak ayal, perbedaan-perbedaan dalam
pendidikan dari Negara-negara itu pun terjadi. Setelah kembali menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), yang diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1950, pendidikan disatukan
kembali. Keadaan ini berlangsung sampai 1952.
(2)
1952-1964
Pada masa ini, pendidikan di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Tujuan pendidikan dan pengajaran Republik Indonesia pada waktu
itu adalah membentuk manusia susila yang
cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab tentang
kesejahteraan masyarakat da tanah air. Pada 1952, pemerintah Republik
Indonesia c.q Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan Rencana pengajaran terurai untuk sekolah
rakyat III dan IV yang berguna untuk guru sebagai pedoman dalam proses
belajar mengajar pada sekolah dasar.
Jenis-jenis pelajarannya adalah Bahasa Indonesia,
Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi dan Sejarah. Dalam
satu tahun, terdapat delapan bulan waktu untuk belajar, dan tiap mata pelajaran
diuraikan menjadi delapan bagian untuk masing-masing kelas, yaitu untuk bulan
pertama, kedua, ketiga, sampai bulan kedelapan.
Kurikulum Sekolah Dasar (SD) dari 1952 sampai 1964
dapat dikategorikan sebagai kurikulum tradisional, yaitu separated subject curriculum. Kurikulum ini merupakan perbaikan
dari kurikulum sebelumnya. Pada 1964, Direktorat Pendidikan Dasar/Prasekolah,
Departemen PP dan K, menerbitkan suatu buku yang dinamakan Rencana Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. Tujuan
pendidikan pada masa ini adalah membentuk
manusia Pancasila dan Manipol/Usdek yang bertanggungjawab atas terselenggaranya
masyarakat adil dan makmur, materiil dan spiritual.
System pendidikannya dinamakan Sistem Panca Wardana
(system lima aspek perkembangan), yaitu : perkembangan moral, perkembangan
inteligensi, perkembangan emosional artistik (rasa keharuan), perkembangan
keprigelan dan perkembangan jasmaniah. Kelima wardana tersebut diuraikan menjadi beberapa bahan
pelajaran, yaitu :
-
Perkembangan
moral : pendidikan kemasyarakatan dan pendidikan agama/budi pekerti;
-
Perkembangan
inteligensi : bahasa Indonesia, bahasa daerah, berhitung dan pengetahuan
alamiah;
-
Perkembangan
emosional/artistik : seni sastra/musik, seni lukis/ rupa, seni tari, dan seni
sastra/drama;
-
Perkembangan
keprigelan : pertanian/peternakan, industri kecil/pekerjaan tangan,
koperasi/tabungan dan keprigelan-keprigelan yang lain;
-
Perkembangan
jasmaniah : pendidikan jasmaniah dan pendidikan kesehatan.
Semua pelajaran tersebut diberikan sejak kelas I, II
dan III. Jumlah jam pelajaran dalam satu minggu, yaitu :
-
Kelas
I dan II : 26 jam pelajaran dan @ 30
menit;
-
Kelas
III dan IV : 36 jam pelajaran dan @ 40 menit.
(3)
Kurikulum
SD sejak orde baru (1965) hingga 1968
Pada tahun 1968, pemerintah c.q Departeme P dan K
menerbitkan buku Pedoman Kurikulum Sekolah Dasar yang dinamakan kurikulum SD,
sebagai reaksi terhadap Rencana Pendidikan TK dan SD, yang di dalamnya berbau
politik orde lama. Adapun uraian dari kurikulum tersebut adalah :
1).
Dasar pendidikan nasional
Falsafah Negara Pancasila (Ketetapan MPRS No.
XXVI/MPRS/1966 Bab II Pasal 2).
2). Tujuan pendidikan nasional
Membentuk
manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang
dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan isi Undang-Undang Dasar
1945 (Ketetapan MPRS No. XXVII/Bab II Pasal 3).
3). Isi pendidikan nasional
- Memperingati mental budi pekerti dan memperkuat
keyakinan agama,
- Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
- Membina dan mempertimbangkan fisik yang kuat dan
sehat (Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab II Pasal 4).
Kurikulum SD
1968 dibagi menjadi tiga kelompok besar. Pertama,
kelompok pembinaan pancasila :
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Bahasa Indonesia,
Bahasa Daerah dan Olahraga. Kedua, kelompok pembinaan pengetahuan dasar :
Berhitung, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Kesenian, Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga (termasuk Ilmu Kesehatan). Ketiga,
kelompok kecakapan khusus : Kejuruan Agraria (Pertanian, Peternakan,
Perikanan), Kejuruan Teknik (Pekerjaan Tangan/Perbengkelan), Kejuruan
Ketatalaksanaan/Jasa (Koperasi dan Tabungan).
Semua mata
pelajaran di atas diberikan pada anak didik sejak kelas I, kecuali bahasa
Indonesia yang baru diberikan pada kelas II sebagai pengganti dari bahasa
daerah yang diajarkan pada kelas sebelumnya. Jumlah jam pelajaran bagi tiap
kelas dalam satu minggu :
-
Kelas
I dan II : 28 jam pelajaran @ 30 menit;
-
Kelas
III dan IV : 40 jam pelajaran @ 40 menit.
2.
Kurikulum
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
a. Masa
Penjajahan Belanda
Pada masa
pemerintahan Belanda, kurikulum SMP yang formal sudah ada kesesuaian dengan
masa sekarang. Kurikulum pada masa Belanda ini dibagi menjadi empat :
(1)
Periode
sebelum 1900
SMP mulai ada
pada zaman Penjajahan Belanda dan didirikan pada 1960 yang diberi nama Gymnasium. Lama pendidikan selama 3
tahun dan hanya terbatas untuk orang-orang Barat/golongan ningrat. Mata
pelajaran yang diajarkan pada Gymnasium : Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, Ilmu
Hitung, Aljabar, Ilmu Ukur, Ilmu Alam/Kimia, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah
(Geschiedenis), Seajarah (Staatkunde), dan Tata Buku.
(2)
Periode
1900-1914
Tahun 1893,
Gymnasium dipisahkan dengan sekolah untuk pegawai pamong praja. Sekolah yang
mendidik calon pegawai disebut OSVIA. OSVIA adalah sekolah menengah yang di
dalamnya telah ada beberapa anak didik ningrat bumiputera yang menunjukkan
persamaan dengan SMP sekarang, yaitu Gymnasium dengan lama pendidikan 3 tahun.
Di samping itu, didirikan pula HBS (Hogere Burgere School) yaitu Gymnasium yang
khusus untuk orang-orang Belanda dari golongan tinggi.
(3)
Periode
1914-1935
Dilatarbelakangi
oleh meluasnya paham humanitas di kalangan Belanda, maka pemerintah Belanda
didesak untuk memperluas pendidikan bagi kaum pribumi. Kemudian, didirikan
sekolah MULO yang lama pendidikannya selama 4 tahun.
(4)
Periode
1935-1945
Keterbatasan
pendidikan yang bersifat skill pada sekolah MULO, maka pemerintah Belanda pun
dituntut untuk meninjau kembali rencana pendidikan dan pelajaran MULO. Dari
hasil tinjauan tersebut, maka isi dan materi kurikulum akhirnya berubah.
b. Masa
Penjajahan Jepang (1942-1945)
Pada masa
Jepang, kurikulum yang diterapkan bertujuan agar rakyat dapat membantu pertahanan
Jepang. Kerna itu, pelajaran yang diajarkan pada masa pemerintahan Belanda
diubah sesuai dengan keinginan bangsa Jepang.
c. Masa
Republik Indonesia
(1)
Masa
1945-1950
Masa Indonesia
merdeka, yang diawali dengan Proklamasai Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, telah
menciptakan wajah baru dalam segala bidang, termasuk dalam bidang pendidikan.
Ki Hajar Dewantara, Menteri PP dan K mengeluarkan intruksi umum yang
memerintahkan kepada semua kepala sekolah dan guru-guru, yaitu :
-
Pengibaran
Sang Saka Merah Puth di halaman sekolah setiap hari;
-
Menyanyikan
lagu Indonesia Raya, sebagai lagu kebangsaan;
-
Menurunkan
Bendera Jepang dan semua upacara yang berasal dari bala tentara Jepang;
-
Memberikan
semangat kebangsaan kepada anak didik.
(2)
Masa
1950-1962
Meskipun
sebelumnya Indonesia telah memiliki SMP, yaitu pada masa 1945-1950 sebagai
revisi dari MULO, namun belum semua anak Indonesia dapat mengenyam pendidikan,
karena pada waktu itu belum semua wilayah Indonesia dikuasai oleh pemerintah
RI. Dengan terbentuknya NKRI pada 17 Agustus 1950, struktur dan system
pendidikan harus diseragamkan, dan sebagai pedomannya adalah SMP di Yogyakarta
(milik RI) dan akan diberlakukan pada semua SMP di tanah air, yang namanya
diubah menjadi SMP otomatis dengan
kurikulum SMP RI (Yogyakarta).
3.
Kurikulum
Sekolah Menengah Atas (SMA)
a. Masa
Penjajahan Belanda
SMA pada masa
Belanda adalah AMS (Algemene Midelbare School). Berdiri pada 1919, setelah
pendirian SMP, seperti MULO (Meer Uifgebried Order Wijs) pada 1914, Gymnasium
Villen 3 tahun (1897) dan HBS (1875). AMS mempunyai tujuan sebagai berikut :
-
Memberi
kesempatan kepada pemuda Indonesia (tamatan MULO untuk meneruskan pelajaran);
-
Sebagai
jembatan untuk meneruskan ke perguruan tinggi;
-
Mendidik
anak didik untuk menjadi pegawai-pegawai Kolonial Belanda dan mempertahankan
kekuasaannya;
-
Lama
pendidikan 3 tahun, terbagi menjadi bagian A dan bagian B;
-
Bagian
A : Ilmu Pengetahuan Kebudayaan (kesusastraan timur (AI) dan kesusastraan
klasik barat (AII));
-
Bagian
B : Ilmu Pengetuan Kealaman.
b. Masa
Penjajahan Jepang
Pada 1942, AMS
diganti oleh Jepang menjadi Sekolah Menengah Tinggi (SMT) dengan lama
pendidikan 3 tahun. Adapun isi dalam rencana pelajaran SMT adalah :
-
Pemakaian
Bahasa Belanda dilarang;
-
Bahasa
resmi dan pengantar Bahasa Indonesia;
-
Bahasa
Jepang menjadi mata pelajaran wajib;
-
Pengajaran
adat istiadat Jepang;
-
Sejarah
Jepang sangat penting;
-
Pelajaran
Ilmu Bumi dalam aspek geopolitik perlu dipelajari.
c. Masa
Republik Indonesia
(1)
Masa
1950-1965
Pada 1950, lahir
UU Pendidikan dan Pengajaran di sekolah yang berlaku untuk seluruh wilayah
Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 yang kemudian diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1945. Pada Bab II pasal 3, diungkapkan tujuan
pendidikan dan pengajaran di sekolah, yaitu membentuk
manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta
bertanggungjawab kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Pada Bab III
pasal 4 berbunyi, pendidikan dan
pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila,
U-ndang-Undang Dasar Negara RI, dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.
Implikasi dari
kedua pasal tersebut sangat penting dalam membawa tujuan dan arah pendidikan
bagi anak atau pengelola pendidikan. SMA dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
-
Bagian
A : Jurusan Kesusastraan;
-
Bagian
B : Jurusan Ilmu Pasti dan Ilmu Alam;
-
Bagian
C : Jurusan Sosial Ekonomi.
Tujuannya,
menyiapkan calon anggota masyarakat yang berguna dan mendidik anak didik agar
dapat meneruskan studinta ke jenjang yang lebih tinggi.
(2)
Masa
1965-1985
Perkembangan
kurikulum sekolah meliputi beberapa dimensi, sebagai berikut :
Dimensi
|
Kurikulum SD
|
Kurikulum SMP
|
Kurikulum SPG
|
Kurikulum SD, SMP, SMA, SPG (1975-1985)
|
Dasar (falsafah)
|
- Kurikulum SD 1968
- Falsafah Negara Pancasila
(Tap MPRS XXVII/MPRS/1966, Bab II Pasal 32).
|
- Demokrasi Terpimpin, Sma
Gaya Baru 1962
- Pendidikan sesuai dengan
Haluan Negara.
|
- Falsafah Negara pancasila
(Tap MPRS XXVII/MPRS/1966, Bab II Pasal 2).
|
- KPTD, MPR-RI No.
IV/MPR/1973
- Pendidikan nasional berdasarkan
atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Ynag
Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat
kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri dan
bersama-sama bertanggungjawab atas pembanguan bangsa.
|
Tujuan Pendidikan Nasional
|
Membentk manusia pancasila sejati berdasarkan
ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 dan
isinya.
|
Mempersiapkan anak didik menjadi warga Negara yang
baik
|
Membentuk manusia Pancasilais semata berdasarkan
keinginan pembukaan UUD 1945 dan isinya.
|
Tujuan pendidikan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan
instruksional umum, tujuan instruksional khusus.
|
Orientasi Pelajaran
|
Mampu hidup mandiri di masyarakat.
|
Bahasa Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia,
Kewarganegaraan, yang mendapat tempat teratas dalam hal jumlah waktu maupun
ujian-ujian.
|
Menekankan Pada Pembinaan Kecakapan Khusus, Ilmu
Keguruan, Praktek Pendidikan Ekspresi, Pengetahuan Bahasa, Pengetahuan Alam,
Berhitung Dan Bermasyaraka.
|
Keseimbangan antara kognitif, keterampilan, sikap, antara pelajaran
teori dan praktek, menunjang akan tercapainya tujuan pendidikan dan
pengajaran.
|
Kualifikasi Lulusan
|
Warga Negara yang memiliki mental, moral, budi
pekerti yang baik, keyakinan agama yang baik, kuat, cerdas, terampil serta
sehat fisik dan kuat.
|
Dapat mengikuti pelajaran sesuai dengan bakat,
belajar di perguruan tinggi, dan siap menjadi anggota masyarakat yang baik.
|
Guru TK, Guru SD, Guru SLB.
|
Jelas dan terarah pada lapangan pekerjaan tertentu, mengandung
aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
|
Isi Kurikulum
|
Kelompok pembinaan jiwa pancasila, kelompok
pembinaan pengetahuan dasar, kelompok pembinaan kecakapan khusus.
|
Penyesuaian dengan pengembangan anak berdasarkan
bakat. Diferensiasi dimulai kelas II, dan terdapat pendidikan Karya dan
Kesenian.
|
Pengelompokkan mata pelajaran pembinaan jiwa
pancasila, pembinaan pengetahuan dasar dan pembinaan kecakapan khusus
(termasuk ilmu keguruan dan lain-lain).
|
Pendekatan bidang studi program yang terdiri dari program umum, akademik/kejuruan, pendidikan
keterampilan.
|
Desain Kurikulum
|
Menuju integrasi kurikulum (TK sampai PT), setiap
segi pendidikan terdapat tujuan, pedoman pelaksanaan dan cara merangsang agar
anak melakukannya secara aktif.
|
-
|
Pengelompokkan mata pelajaran :
Waktu : kelas I dan II (40%) dan III (60%)
Asas : kemungkinan peralihan demokrasi pendidikan,
tahap bakat mata pelajaran, interaksi pendidikan.
|
- Berorientasi pada tujuan
- Efisiensi dan efektivitas
- Relevansi dengan kebutuhan
- Keluwesan dan keadaan
- Pendidikan seumur hidup.
|
Pendekatan Metologi Mengajar
|
Tidak jelas
|
Ditentukan dengan jelas, penggunaan persiapan
mengajar biasa, dan ada pedoman yang ditetapkan P dan K.
|
Pengajaran unit pada tingkat Broadfield.
|
- Pendekatan PPSI dan Model
Santun Pelajaran
- Menggunakan konsep CBSA
- Lengkap dengan pedoman
metode, evaluasi, bimbingan administrasi dan supervisi.
|
Penilaian
|
System ujian negara
|
System ujian Negara
|
System ujian negara
|
Penilaian formulatif dan sumatif TPB, EBTA, EBTANAS.
|
Bimbingan
|
-
|
Oleh Tim Khusus (terutama pada awal diferensisasi).
|
-
|
-
|
Fasilitas
|
-
|
Tidak dibakukan
|
-
|
-
|
Selain
perkembangan kurikulum di atas, ternyata kurikulum di Indonesian masih terus
berkembang sampai sekarang. Berikut dijelaskan sejarah perkembangan kurikulum
hingga sampai saat ini :
1.
Kurikulum
Pendidikan Dasar (SD/MI, SMP/MTs) (1994)
Tujuannya adalah memberikan bekal kemampuan dasar
kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masrayakat, warga negara dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta
didik untuk mengikuti pendidikan menengah (PP No. 28 Tahun 1990). Isinya yaitu
merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
dasar (pasal 14 :1), dan isi kurikulum pendidikan dasar wajib memuat
sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran : a) Pendidikan Pancasila, b)
Pendidikan Agama, c) Pendidikan Kewarganegaraan, d) Bahasa Indonesia, e) Membaca
dan Menulis, f) Matematika (termasuk berhitung), g) pengantar Sains dan
Teknologi, h) Ilmu Bumi, i) Sejarah Nasional dan sejarah Umum, j) Kerajinan
Tangan dan Kesenian, k) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, l) Menggambar, m)
Bahasa Inggris (pasal 14:2).
Dapat dipahami bahwa kurikulum pendidikan dasar pada
1994 mengalami kemajuan yang berarti, terutama dalam hal kurikulumnya yang
berorientasi ke depan dan pengembangan kepribadian anak didik dan lain-lain
serta secara kelembagaan Departemen Agama juga mempunyai wewenang penuh dalam
mengelola pendidikan dasar.
2.
Kurikulum
SMA (1994)
Pada PP No. 29/1990 dikemukakan bahwa tujuan
pendidikan menengah adalah meningkatkan pengetahuan siswa untuk melancarkan
pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian (pasal 2:1).
Kemudian, tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota
masyarakat dalam mengadakan hubungan timbale balik dengan lingkungan social
budaya alam dan sekitarnya (pasal 2:2). Untuk mencpai tujuan di atas,
penyelenggaraan pendidikan menengah berpedoman pada tujuan pendidikan nasional.
Dapat dipahami bahwa kurikulum Sekolah Menengah (SM) sangatlah fleksibelyang
merupakan pengembangan daripada kurikulum SM sebelumnya.
Isi kurikulum pendidikan menengah merupakan susunan
bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan menengah dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Isi kurikulumnya wajib memuat bahan
kajian dan pelajaran mengenai Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (pasal 15:2).
Di samping itu, kurikulum SM dapat menjabarkan dan menambahkan mata pelajaran
sesuai dengan keadaan lingkungan dan ciri khas SM yang bersangkutan dengan
tidak mengurangi kurikulum yang berlaku
secara rasional (pasal 15:5); dan SM dapat menambahkan kajian dan mata
pelajaran sesuai dengan kebutuhan setempat (pasal 16:6).
3.
Kurikulum
KBK (2004)
Pada era reformasi, prinsip implementasi Kurikulum
2004 adalah lahirnya KBK, yang meliputi antara lain Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM), penilaian berbasis kelas, dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah.
Dalam hubungannya dengan KBM, proses belajar mengajar tidak hanya berlangsung
di lingkungan sekolah saja, tetapi di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Kurikulum 2004 merupakan eksperimen yang diterapkan secara terbatas di sejumlah
sekolah untuk eksperimen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
4.
Kurikulum
KTSP (2006)
Dalam pengembangan KTSP, pada dasarnya tidak dapat
dipisahkan dari KBK, sebab pendekatan pengembangan KTSP menggunakan pendekatan
KBK. Pendekatan KBK memiliki beberapa ciri. Pertama,
menitikberatkan pada pencapaian target kompetensi daripada penguasaan materi. Kedua, lebih mengakomodasi keragaman kebutuhan dan
sumber daya pendidikan tersedia. Ketiga, memberikan
kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk
mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan.
Model kurikulum merupakan wujud rancangan khusus
yang menggambarkan struktur kurikulum yang akan dilaksanakan oleh satuan
pendidikan berdasarkan hasil analisis terhadap teori, pendekatan, prinsip, dan
kondisi internal maupun eksternal pendidikan. KTSP merupakan suatu pilihan
model kurikulum dalam upaya memenuhi tuntutan perubahan dan perkembangan
sainstek, realitas pendidikan nasional, dan respons terhadap otonomi daerah.[1]
A.
Pengertian Kurikulum
Ditinjau dari katanya, kurikulum berasal dari bahasa
Yunani yang awalnya digunakan dalam bidang olah raga, yaitu kata currere yang
artinya adalah jarak tempuh lari. Dalam berlari tentu saja ada jarak yang harus ditempuh mulai dari start
sampai dengan finish. Jarak dari start sampai dengan finish inilah yang disebut
dengan currere. Dan atas dasar itulah pengertian kurikulum diterapkan dalam
bidang pendidikan.[2]
Pengertian kurikulum dibedakan menjadi dua, yaitu
pengertian dalam arti sempit dan pengertian dalam arti luas.
Pengertian
kurikulum dalam arti sempit adalah sejumlah mata pelajaran atau sejumlah
pengetahuan yang harus dikuasai oleh anak didik untuk mencapai suatu tingkat
atau ijazah pada suatu lembaga pendidikan. Adapun pengertian kurikulum dalam
arti luas adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dialami dan dilakukan oleh
anak didik dibawah tanggung jawab sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar
kelas dalam rangka usaha pencapaian tujuan pendidikan.
Yang
dimaksud dengan kegiatan itu tidak terbatas intra ataupun ekstra kurikuler.
Apapun yang dilakukan siswa asal berada
dibawah tanggung jawab dan bimbingan guru, itu adalah kurikulum dalam artian secara luas atau modern.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah segala
kegiatan dan pengalaman belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk
dilakukan dan dialami oleh peserta didik agar dapat mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan.[3]
Adapun pengertian kurikulum menurut pandangan beberapa
ahli, sebagai berikut :
a.
Kurikulum sebagai
suatu program kegiatan yang terencana
Berdasarkan pandangan komprehensif terhadap setiap
kegiatan yang direncanakan untuk dialami seluruh siswa, kurikulum berupaya
menggabungkan ruang lingkup, rangkaian, interpretasi keseimbangan subject
matter, teknik mengajar dan hal lain yang dapat direncanakan sebelumnya.
(Saylor, Alexander dan Lewis, 1986)
b.
Kurikulum sebagai
hasil belajar yang diharapkan
Kurikulum tidak dipandang sebagai aktivitas, tetapi
difokuskan secara langsung pada berbagai hasil belajar yang diharapkan (intended
learning). Karena hasil belajar yang diharapkan merupakan dasar bagi
perencanaan dan perumusan berbagai tujuan kegiatan pembelajaran. (Johnson, 1977
dan Ponser, 1982)
c.
Kurikulum adalah Rancangan
Pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk
menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah. (Crow and Crow) [2]
d.
Kurikulum
adalah kelompok pengajaran yang sistematik atau urutan subjek yang
dipersyaratkan untuk lulus atau sertifikasi dalam pelajaran mayor, misalnya
kurikulum pelajaran sosial, kurikulum pendidikan fisika (Carter V. Good dalam
Oliva, 191:6)
e.
Kurikulum
adalah seluruh pengalaman siswa dibawah bimbingan guru (Hollis L. Caswell and
Doak S. Campbell dalam Oliva, 1991:6)
f.
Kurikulum
adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat pembelajaran
untuk seseorang agar menjadi terdidik (J. Galen Saylor, William M. Alexander,
and arthur J. Lewis dalam Oliva 1991:6)
g.
Kurikulum
pada umumnya berisi pernyataan tujuan dan tujuan khusus, menunjukkan seleksi
dan organisasi konten, mengimplikasikan dan memanifestasikan pola belajar
mengajar tertentu, karena tujuan menuntut mereka atau karena organisasi konten
mempersyaratkannya. Pada akhirnya, termasuk di dalamnya program evaluasi
outcome (Hilda Taba dalam Oliva, 1991:6)
h.
Kurikulum
sekolah adalah konten dan proses formal maupun non formal di mana pebelajar
memperoleh pengetahuan dan pemahaman, perkembangan skill, perubahan tingkah
laku, apresiasi, dan nilai-nilai di bawah bantuan sekolah (Ronald C. Doll dalam
Oliva, 1991:7)
i.
Kurikulum
adalah rekonstruksi dari pengetahuan dan pengalaman secara sistematik yang
dikembangkan sekolah (atau perguruan tinggi), agar dapat pebelajar meningkatkan
pengetahuan dan pengalamannnya (Danniel Tanner and Laurel N. Tanner dalam
Oliva, 1991:7)
j.
Kurikulum
dalam program pendidikan dibagi menjadi empat elemen yaitu program belajar,
program pengalaman, program pelayanan, dan kurikulum tersembunyi (Abert I.
Oliver dalam Oliva, 1991:7).
k.
Kurikulum
mengandung konten (suject matter), pernyataan tujuan (terminal objective),
urutan konten, pre-asesmen dari entri skil yang dipersyaratkan pada siswa
ketika mulai belajar konten (Roert M. Gagne dalam Oliva, 1991:7).
l.
Kurikulum adalah sejumlah
pengalaman pendidikan kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang
disediakan oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar sekolah dengan
maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah
tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan. (Dr. Addamardasyi
dan Dr. Munir Kamil) [3]
Dari
definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa kurikulum itu mempunyai empat unsur
utama, yaitu:
1.
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai
oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk melalui kurikulum.
2.
Pengetahuan (knowledge),
informasi-informasi, data-data, aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman
sehingga terbentuk kurikulum tersebut. Bagian inilah yang biasa disebut mata
pelajaran. Bagian ini pula yang dimasukkan dalam
silabus.
3.
Metoda dan cara-cara mengajar
yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan mendorong murid-murid belajar
dan membawa mereka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.
4.
Metode dan cara penilain yang
dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan
yang direncanakan dalam kurikulum seperti ulangan dan ujian-ujian yang ada di
sekolah.[4]
B.
Konsep Kurikulum
Kurikulum mempunyai tiga konsep, yaitu kurikulum sebagai
substansi, sebagai sistem dan sebagai bidang studi.
Konsep
pertama, kurikulum sebagai suatu
substansi yaitu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi
murid-murid di sekolah, atau merupakan suatu perangkat yang ingin dicapai.
Konsep kedua, kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum.
Sistem kurikulum ini merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem
pendidikan, dan bahkan sistem masyarakat. Sistem kurikulum mencakup struktur
personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum,
melaksanakan, mengevaluasi dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem
kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum
adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
Konsep ketiga,
kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi
kurikulum. Hal ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli
pendidikan dan pengajaran. Adapun tujuan dari kurikulum sebagai bidang studi
adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.[5]
C.
Peranan Kurikulum
Kurikulum mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan
kurikulum ini dibagi menjadi tiga, yaitu :[6]
1.
Peranan Konservatif
Salah satu tanggung jawab kurikulum adalah
mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial pada generasi muda. Maka dari
itu sekolah merupakan suatu lembaga yang dapat mempengaruhi dan membina tingkah
laku siswa sesuai dengan berbagai nilai sosial yang ada dalam masyarakat, hal
ini sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial.
2.
Peranan Kritis dan
Evaluatif
Kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial
dan memberi penekanan pada unsur berpikir kritis karena kebudayaan senantiasa berubah
dan bertambah, dimana sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada namun
juga menilai dan memilih berbagai unsur kebudayaan yang akan diwariskan.
Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai dengan keadaan dimasa yang akan datang
dihilangkan serta dimodifikasi dan diadakan perbaikan. Maka dari itu kurikulum
harus merupakan pilihan yang tepat atas dasar krieria tertenu.
3.
Peranan Kreatif
Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan
kreatif dan konstruktif, yang artinya dapat menciptakan dan menyusn suatu hal
yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik di masa sekarang maupun di
masa yang akan datang. Untuk membantu setiap individu dalam mengembangkan semua
potensi yang ada, maka kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara
berpikir, kemampuan dan keterampilan yang baru yang dapat bermanfaat bagi
masyarakat.
Ketiga peranan ini sangat penting dan harus dilaksanakan
secara seimbang agar kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan dalam
membawa siswa menuju kebudayaan masa depan.
D.
Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum dapat dilihat dari beberapa aspek,
diantaranya apabila dilihat dari sisi pengembang kurikulum (guru), fungsi dari kurikulum
adalah sebagai berikut : (a) Fungsi preventif, yaitu mencegah kesalahan para
pengembang kurikulum terutama dalam melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan
rencana kurikulum. (b) Fungsi korektif, yaitu mengoreksi dan membetulkan
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pengembang kurikulum dalam melaksanakan
kurikulum. (c) Fungsi konstruktif, yatu memberikan arah yang jelas bagi para
pelaksana dan pengembang kurikulum untuk membangun kurikulum yang lebih baik
pada masa yang akan datang.
Apabila dilihat dari sisi peserta didik, Alexander
Inglis, dalam bukunya Principle of
Secondary Education mengemukakan beberapa fungsi kurikulum, yaitu sebagai
berikut : (a) Fungsi penyesuaian, yaitu membantu peserta didik untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara menyeluruh. (b) Fungsi
pengintegrasian, yaitu membentuk pribadi-pribadi yang terintegrasi sehingga
mampu bermasyarakat. (c) Fungsi perbedaan, membantu memberikan pelayanan
terhadap perbedaan-perbedaan individual dalam masyarakat. (d) Fungsi persiapan,
mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. (e) Fungsi pemilihan, memberikan kesempatan kepada peserta untuk
memilih program-program pembelajaran secara selektif sesuai dengan kemampuan,
minat, dan kebutuhannya. (f) Fungsi diagnostik, membantu peserta didik untuk
memahami dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya.[7]
Adapun menurut Winarmo Surahman, fungsi kurikulum
ditinjau dari tiga segi, adalah sebagai berikut :
a.
Fungsi bagi Sekolah
yang Bersangkutan
Fungsi kurikulum bagi sekolah
dibagi menjadi dua yaitu : Pertama,
sebagai alat unuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Kedua, kurikulum dijadikan sebagai
pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah.
b.
Fungsi bagi Sekolah
Tingkat diatasnya
Disini fungsi kurikulum adalah untuk mengontrol dan
memelihara keseimbangan proses pendidikan. Dengan mengetahui kurikulum sekolah
pada tingkat tertentu maka kurikulum pada tingkat diatasnya dapat mengadakan penyesuaian.
Disamping itu juga berfungsi untuk menyiapan tenaga pengajar.
c.
Fungsi bagi
Masyarakat
Untuk terjun di masyarakat dan untuk bekerja sesuai
dengan keterampilan potensi yang dimilikinya maka kurikulum sekolah haruslah
mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat. Dan untuk keperluan itu
diperlukan adanya kerja sama antara pihak sekolah dengan pihak
luar. Dengan itu, masyarakat atau para pemakai lulusan sekolah dapat memberikan
bantuan, kritik atau saran-saran yang berguna bagi penyempurnaan program pendidikan di
sekolah.[8]
BAB III
KESIMPULAN
kurikulum berasal dari
bahasa Yunani yang awalnya digunakan dalam bidang olah raga, yaitu kata currere
yang artinya adalah jarak tempuh lari. Dalam berlari tentu saja ada jarak yang
harus ditempuh mulai dari start sampai dengan finish.
Keberadaan suatu
kurikulum tertentu mempunyai ciri yang agak berbeda dengan kurikulum
sebelumnya, misalnya antara kurikulum 1984 dengan kurikulum 1994.
Adanya perubahan dan
perkembangan kurikulum pada dasarnya merupakan suatu upaya mengantisipasi
perkembangan masyarakat. Dalam pengembangan kurikulum, hendaknya kepentingan
nasional, ciri khas satuan pendidikan, serta kepentingan masa depan anak didik
dan masyarakat dapat dipenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Konsep
dan Model Pengembangan Kurikulum. 2011. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum. 2008. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Idi, Abdullah. Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek. 2011. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media
Subandi Jah, Subandi. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. 1996. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Nazhary.
Pengorganisasian Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. 1993. Jakarta :
Dermaga
Nurgiyantoro, Burhan. Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum Sekolah. 1985. Yogyakarta : BPFE.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. 2012. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
[1] Prof. Dr. H. Abdullah
Idi, M.Ed. Pengembangan Kurikulum Teori
dan Praktek. 2011. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media. Hal : 13-45
[2] Dra.
Subandi Jah. Pengembangan dan Inovasi
Kurikulum. 1996. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hal : 1
[3] Drs. Nazhary. Pengorganisasian Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum. 1993. Jakarta : Dermaga. Hal : 1-3
[5] Prof. Dr. Nana Syaodih
Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum Teori
dan Praktek. 2012. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hal : 27
[6] Prof. Dr. H. Oemar
Hamalik. Dasar-Dasar Pengembangan
Kurikulum. 2008. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Hal : 12-13
[7] Drs. Zainal Arifin, M.Pd.
Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum.
2011. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Hal : 12-13
[8] Burhan Nurgiyantoro. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah.
1985. Yogyakarta : BPFE. Hal : 6-8
Label: Pendidikan
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda