Kamis, 07 Maret 2013

BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum adalah sesuatu hal yang sangat penting karena kurikulum itu merupakan bagian dari program pendidikan. Tujuan utama dari kurikulum itu sendiri bukan hanya untuk menghasilkan suatu bahan pelajaran, namun tujuan dari kurikulum yang sebenarnya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kurikulum tidak hanya memperhatikan perkembangan dan pembangunan masa sekarang tetapi juga mengarahkan perhatian ke masa depan. Adapun tujuan dari pendidikan sekolah menjadi lebih luas dan kompleks karena dituntut selalu sesuai dengan perubahan. Maka dari itu, kurikulum harus selalu diperbarui sejalan dengan perubahan yang terjadi. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan, kurikulum harus disusun secara strategis dan dirumuskan menjadi program-program tertentu. Karena harus selalu relevan dengan perubahan masyarakat, penyusunan kurikulum harus mempertimbangkan berbagai macam aspek seperti perkembangan anak, perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan kebutuhan masyarakat, lapangan kerja dan lain sebagainya.
            Dalam makalah pendek ini akan membahas masalah pengertian kurikulum, konsep-konsep kurikulum, sejarah kurikulum serta bagaimana peranan dan fungsi dari kurikulum.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Kurikulum
Pada dasarnya perkembangan kurikulum di Indonesia berpijak dari perkembangan pendidikan Indonesia itu sendiri. Secara formal, sejak zaman penjajahan Belanda sudah terdapat sekolah, dan artinya berarti kurikulum pun sudah ada. Namun, kurikulum pendidikan dan persekolahan dilatarbelakangi oleh visi para penjajah.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, pendidikan di tanah air terus berkembang, termasuk dalam hal perhatian pemerintah dalam perkembangan kurikulum. Adapun perkembangan kurikulum di tanah air sendiri dapat diklasifikasikan menjadi empat periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan, periode orde lama, periode orde baru, dan periode reformasi. Pada masing-masing periode tersebut mencakup kurikulum sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA).

1.      Kurikulum Sekolah Dasar (SD)
a.      Kurikulum Sekolah Dasar pada Masa Kompeni (sampai-1960)
Pada abad 16 dan 17, berdiri lembaga-lembaga pendidikan dalam upaya penyebaran agama Kristen di tanah air (oleh Belanda). Sedangkan, Portugis mendirikan lembaga pendidikan di Maluku dalam upaya penyebaran agama Katolik. Pendidikan tersebut tidak saja diperuntukkan bangsa Belanda, tetapi juga untuk pribumi, khususnya di daerah pantai dan terbatas hanya untuk agama Kristen. Di dalam peraturan sekolah tahun1964 dinyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah agar anak didik nantinya sanggup dipekerjakan pada pemerintah dan gereja.
Pada zaman Inggris (1811-1816), masalah pendidikan tidak terlalu diperhatikan, sehingga sekolah-sekolah yanh sudah ada hampir tidak ada lagi. Namun, pada zaman Van den Bosch (1830-1834), Belanda membuka kembali lembaga-lembaga pendidikan, namun masih terbatas untuk anak pribumi atau priyayi pribumi.
Tahun 1892, terdapat dua macam sekolah rendah. Pertama, sekolah kelas dua untuk anak pribumi dengan lama pendidikan 3 tahun dan pelajaran yang diprogramkan adalah berhitung, menulis dan membaca. Kedua, sekolah kelas satu untuk anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Lama pendidikan awalnya 4 tahun, kemudian 5 tahun dan akhirnya 7 tahun. Tujuannya yaitu mendidik pegawai-pegawai rendahan untuk keperluan kantor-kantor pemerintah dan kantor-kantor dagang. Programnya yaitu ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat/menggambar, dan ilmu mengukur tanah. Bahasa pengantarnya adalah Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda.

b.      Kurikulum Sekolah Dasar pada Zaman Kolonial Belanda
Undang-undang Hindia Belanda membagi jenis penduduk menjadi tiga golongan, yaitu Eropa, Timur Asing dan Bumiputera.
Untuk itu, didirikan pula tiga jenis sekolah rendah bagi anak-anak berdasarkan  tiga jenis penduduk tersebut :
-          ELS (Europe Lagere School) untuk anak-anak Eropa, Tionghoa dan Indonesia yang menurut Undag-Undang haknya disamakan dengan bangsa Eropa;
-          HCS (Holland Chinese School) untuk golongan Tionghoa;
-          HIS (Holland Inlandse School) untuk rakyat golongan pribumi atau bumiputera kalangan atas.
Sementara untuk pribumi kalangan bawah didirikan Sekolah Desa dan Sekolah Sambungan.  Gambaran pendidikan rendah di Indonesia pada zaman Belanda berlangsung sampai tahun 1942.

c.       Kurikulum Sekolah Dasar pada Zaman Jepang
Pada masa Jepang, perkembangan pendidikan mempunyai arti tersendiri bagi bangsa Indonesia, yaitu terjadinya keruntuhan system pemerintahan kolonial Belanda. Pada masa ini, semua sekolah rendah yang bermacam-macam tingkatannya itu dihilangkan sama sekali, dan tinggallah Sekolah Rendah untuk bangsa Indonesia, yaitu sekolah rakyat yang disebut Kokumin Gako (6 tahun lamanya pendidikan).
Jenis pendidikan ini kurang memerhatikan isi. Anak didik (pada waktu itu) harus membantu Jepang dalam peperangan sehingga anak-aak pribumi harus mengikuti latihan militer di sekolah. Pelajaran olahraga sangat penting, karenanya anak didik harus mengumpulkan  batu, kerikil dan pasir unutk kepentingan pertahanan. Kemudian anak-anak juga disuruh untuk menanam pohon jarak untuk membuat minyak demi kepentingan perang. Selanjtnya, pelajaran berbau Belanda dihilangkan, dan Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar.

d.      Kurikulum Sekolah Dasar pada pascakemerdekaan
(1)   Masa setelah merdeka sampai 1952
Setelah merdeka, pedoman pelaksanaan pendidikan berdasarkan UUD 1945. Atas usul dari Badan Pekerja KNIP, pada Desember 1945 dibentuklah Panitia Penyelidikan Pendidikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K).
Pada masa pendudukan Belanda (NICA), Indonesia dibagi menjadi Negara-negara bagian (RIS). Tak ayal, perbedaan-perbedaan dalam pendidikan dari Negara-negara itu pun terjadi. Setelah kembali menjadi Negara  Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1950, pendidikan disatukan kembali. Keadaan ini berlangsung sampai 1952.

(2)    1952-1964
Pada masa ini, pendidikan di Indonesia mengalami penyempurnaan. Tujuan pendidikan dan pengajaran Republik Indonesia pada waktu itu adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat da tanah air. Pada 1952, pemerintah Republik Indonesia c.q Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan Rencana pengajaran terurai untuk sekolah rakyat III dan IV yang berguna untuk guru sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar pada sekolah dasar.
Jenis-jenis pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi dan Sejarah. Dalam satu tahun, terdapat delapan bulan waktu untuk belajar, dan tiap mata pelajaran diuraikan menjadi delapan bagian untuk masing-masing kelas, yaitu untuk bulan pertama, kedua, ketiga, sampai bulan kedelapan.
Kurikulum Sekolah Dasar (SD) dari 1952 sampai 1964 dapat dikategorikan sebagai kurikulum tradisional, yaitu separated subject curriculum. Kurikulum ini merupakan perbaikan dari kurikulum sebelumnya. Pada 1964, Direktorat Pendidikan Dasar/Prasekolah, Departemen PP dan K, menerbitkan suatu buku yang dinamakan Rencana Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. Tujuan pendidikan pada masa ini adalah membentuk manusia Pancasila dan Manipol/Usdek yang bertanggungjawab atas terselenggaranya masyarakat adil dan makmur, materiil dan spiritual.
System pendidikannya dinamakan Sistem Panca Wardana (system lima aspek perkembangan), yaitu : perkembangan moral, perkembangan inteligensi, perkembangan emosional artistik (rasa keharuan), perkembangan keprigelan dan perkembangan jasmaniah. Kelima wardana  tersebut diuraikan menjadi beberapa bahan pelajaran, yaitu :
-          Perkembangan moral : pendidikan kemasyarakatan dan pendidikan agama/budi pekerti;
-          Perkembangan inteligensi : bahasa Indonesia, bahasa daerah, berhitung dan pengetahuan alamiah;
-          Perkembangan emosional/artistik : seni sastra/musik, seni lukis/ rupa, seni tari, dan seni sastra/drama;
-          Perkembangan keprigelan : pertanian/peternakan, industri kecil/pekerjaan tangan, koperasi/tabungan dan keprigelan-keprigelan yang lain;
-          Perkembangan jasmaniah : pendidikan jasmaniah dan pendidikan kesehatan.
Semua pelajaran tersebut diberikan sejak kelas I, II dan III. Jumlah jam pelajaran dalam satu minggu, yaitu :
-          Kelas I dan II :   26 jam pelajaran dan @ 30 menit;
-          Kelas III dan IV : 36 jam pelajaran dan @ 40 menit.

(3)   Kurikulum SD sejak orde baru (1965) hingga 1968
Pada tahun 1968, pemerintah c.q Departeme P dan K menerbitkan buku Pedoman Kurikulum Sekolah Dasar yang dinamakan kurikulum SD, sebagai reaksi terhadap Rencana Pendidikan TK dan SD, yang di dalamnya berbau politik orde lama. Adapun uraian dari kurikulum tersebut adalah :
1).  Dasar pendidikan nasional
Falsafah Negara Pancasila (Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966 Bab II Pasal 2).
2).  Tujuan pendidikan nasional
Membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan isi Undang-Undang Dasar 1945 (Ketetapan MPRS No. XXVII/Bab II Pasal 3).
3).  Isi pendidikan nasional
- Memperingati mental budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama,
-   Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
- Membina dan mempertimbangkan fisik yang kuat dan sehat (Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab II Pasal 4).
Kurikulum SD 1968 dibagi menjadi tiga kelompok besar. Pertama,  kelompok pembinaan pancasila : Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan Olahraga. Kedua,  kelompok pembinaan pengetahuan dasar : Berhitung, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Kesenian, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (termasuk Ilmu Kesehatan). Ketiga, kelompok kecakapan khusus : Kejuruan Agraria (Pertanian, Peternakan, Perikanan), Kejuruan Teknik (Pekerjaan Tangan/Perbengkelan), Kejuruan Ketatalaksanaan/Jasa (Koperasi dan Tabungan).
Semua mata pelajaran di atas diberikan pada anak didik sejak kelas I, kecuali bahasa Indonesia yang baru diberikan pada kelas II sebagai pengganti dari bahasa daerah yang diajarkan pada kelas sebelumnya. Jumlah jam pelajaran bagi tiap kelas dalam satu minggu :
-          Kelas I dan II : 28 jam pelajaran @ 30 menit;
-          Kelas III dan IV : 40 jam pelajaran @ 40 menit.

2.      Kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMP)
a.      Masa Penjajahan Belanda
Pada masa pemerintahan Belanda, kurikulum SMP yang formal sudah ada kesesuaian dengan masa sekarang. Kurikulum pada masa Belanda ini dibagi menjadi empat :
(1)   Periode sebelum 1900
SMP mulai ada pada zaman Penjajahan Belanda dan didirikan pada 1960 yang diberi nama Gymnasium. Lama pendidikan selama 3 tahun dan hanya terbatas untuk orang-orang Barat/golongan ningrat. Mata pelajaran yang diajarkan pada Gymnasium : Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, Ilmu Hitung, Aljabar, Ilmu Ukur, Ilmu Alam/Kimia, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah (Geschiedenis), Seajarah (Staatkunde), dan Tata Buku.
(2)   Periode 1900-1914
Tahun 1893, Gymnasium dipisahkan dengan sekolah untuk pegawai pamong praja. Sekolah yang mendidik calon pegawai disebut OSVIA. OSVIA adalah sekolah menengah yang di dalamnya telah ada beberapa anak didik ningrat bumiputera yang menunjukkan persamaan dengan SMP sekarang, yaitu Gymnasium dengan lama pendidikan 3 tahun. Di samping itu, didirikan pula HBS (Hogere Burgere School) yaitu Gymnasium yang khusus untuk orang-orang Belanda dari golongan tinggi. 
(3)   Periode 1914-1935
Dilatarbelakangi oleh meluasnya paham humanitas di kalangan Belanda, maka pemerintah Belanda didesak untuk memperluas pendidikan bagi kaum pribumi. Kemudian, didirikan sekolah MULO yang lama pendidikannya selama 4 tahun.
(4)   Periode 1935-1945
Keterbatasan pendidikan yang bersifat skill pada sekolah MULO, maka pemerintah Belanda pun dituntut untuk meninjau kembali rencana pendidikan dan pelajaran MULO. Dari hasil tinjauan tersebut, maka isi dan materi kurikulum akhirnya berubah.

b.      Masa Penjajahan Jepang (1942-1945)
Pada masa Jepang, kurikulum yang diterapkan bertujuan agar rakyat dapat membantu pertahanan Jepang. Kerna itu, pelajaran yang diajarkan pada masa pemerintahan Belanda diubah sesuai dengan keinginan bangsa Jepang.

c.       Masa Republik Indonesia
(1)   Masa 1945-1950
Masa Indonesia merdeka, yang diawali dengan Proklamasai Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, telah menciptakan wajah baru dalam segala bidang, termasuk dalam bidang pendidikan. Ki Hajar Dewantara, Menteri PP dan K mengeluarkan intruksi umum yang memerintahkan kepada semua kepala sekolah dan guru-guru, yaitu :
-          Pengibaran Sang Saka Merah Puth di halaman sekolah setiap hari;
-          Menyanyikan lagu Indonesia Raya, sebagai lagu kebangsaan;
-          Menurunkan Bendera Jepang dan semua upacara yang berasal dari bala tentara Jepang;
-          Memberikan semangat kebangsaan kepada anak didik.
(2)   Masa 1950-1962
Meskipun sebelumnya Indonesia telah memiliki SMP, yaitu pada masa 1945-1950 sebagai revisi dari MULO, namun belum semua anak Indonesia dapat mengenyam pendidikan, karena pada waktu itu belum semua wilayah Indonesia dikuasai oleh pemerintah RI. Dengan terbentuknya NKRI pada 17 Agustus 1950, struktur dan system pendidikan harus diseragamkan, dan sebagai pedomannya adalah SMP di Yogyakarta (milik RI) dan akan diberlakukan pada semua SMP di tanah air, yang namanya diubah menjadi SMP otomatis dengan kurikulum SMP RI (Yogyakarta).

3.      Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA)
a.      Masa Penjajahan Belanda
SMA pada masa Belanda adalah AMS (Algemene Midelbare School). Berdiri pada 1919, setelah pendirian SMP, seperti MULO (Meer Uifgebried Order Wijs) pada 1914, Gymnasium Villen 3 tahun (1897) dan HBS (1875). AMS mempunyai tujuan sebagai berikut :
-          Memberi kesempatan kepada pemuda Indonesia (tamatan MULO untuk meneruskan pelajaran);
-          Sebagai jembatan untuk meneruskan ke perguruan tinggi;
-          Mendidik anak didik untuk menjadi pegawai-pegawai Kolonial Belanda dan mempertahankan kekuasaannya;
-          Lama pendidikan 3 tahun, terbagi menjadi bagian A dan bagian B;
-          Bagian A : Ilmu Pengetahuan Kebudayaan (kesusastraan timur (AI) dan kesusastraan klasik barat (AII));
-          Bagian B : Ilmu Pengetuan Kealaman.

b.      Masa Penjajahan Jepang
Pada 1942, AMS diganti oleh Jepang menjadi Sekolah Menengah Tinggi (SMT) dengan lama pendidikan 3 tahun. Adapun isi dalam rencana pelajaran SMT adalah :
-          Pemakaian Bahasa Belanda dilarang;
-          Bahasa resmi dan pengantar Bahasa Indonesia;
-          Bahasa Jepang menjadi mata pelajaran wajib;
-          Pengajaran adat istiadat Jepang;
-          Sejarah Jepang sangat penting;
-          Pelajaran Ilmu Bumi dalam aspek geopolitik perlu dipelajari.

c.       Masa Republik Indonesia
(1)   Masa 1950-1965
Pada 1950, lahir UU Pendidikan dan Pengajaran di sekolah yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1945. Pada Bab II pasal 3, diungkapkan tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah, yaitu membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Pada Bab III pasal 4 berbunyi, pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, U-ndang-Undang Dasar Negara RI, dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.
Implikasi dari kedua pasal tersebut sangat penting dalam membawa tujuan dan arah pendidikan bagi anak atau pengelola pendidikan. SMA dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
-          Bagian A : Jurusan Kesusastraan;
-          Bagian B : Jurusan Ilmu Pasti dan Ilmu Alam;
-          Bagian C : Jurusan Sosial Ekonomi.
Tujuannya, menyiapkan calon anggota masyarakat yang berguna dan mendidik anak didik agar dapat meneruskan studinta ke jenjang yang lebih tinggi.
  
(2)   Masa 1965-1985
Perkembangan kurikulum sekolah meliputi beberapa dimensi, sebagai berikut :


Dimensi
Kurikulum SD
Kurikulum SMP
Kurikulum SPG
Kurikulum SD, SMP, SMA, SPG (1975-1985)
Dasar (falsafah)
-    Kurikulum SD 1968
-    Falsafah Negara Pancasila (Tap MPRS XXVII/MPRS/1966, Bab II Pasal 32).
-    Demokrasi Terpimpin, Sma Gaya Baru 1962
-    Pendidikan sesuai dengan Haluan Negara.
-    Falsafah Negara pancasila (Tap MPRS XXVII/MPRS/1966, Bab II Pasal 2).
-    KPTD, MPR-RI No. IV/MPR/1973
-    Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Ynag Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri dan bersama-sama bertanggungjawab atas pembanguan bangsa.
Tujuan Pendidikan Nasional
Membentk manusia pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 dan isinya.
Mempersiapkan anak didik menjadi warga Negara yang baik
Membentuk manusia Pancasilais semata berdasarkan keinginan pembukaan UUD 1945 dan isinya.
Tujuan pendidikan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum, tujuan instruksional khusus.
Orientasi Pelajaran
Mampu hidup mandiri di masyarakat.
Bahasa Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, Kewarganegaraan, yang mendapat tempat teratas dalam hal jumlah waktu maupun ujian-ujian.
Menekankan Pada Pembinaan Kecakapan Khusus, Ilmu Keguruan, Praktek Pendidikan Ekspresi, Pengetahuan Bahasa, Pengetahuan Alam, Berhitung Dan Bermasyaraka.
Keseimbangan antara kognitif, keterampilan, sikap, antara pelajaran teori dan praktek, menunjang akan tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran.
Kualifikasi Lulusan
Warga Negara yang memiliki mental, moral, budi pekerti yang baik, keyakinan agama yang baik, kuat, cerdas, terampil serta sehat fisik dan kuat.
Dapat mengikuti pelajaran sesuai dengan bakat, belajar di perguruan tinggi, dan siap menjadi anggota masyarakat yang baik.
Guru TK, Guru SD, Guru SLB.
Jelas dan terarah pada lapangan pekerjaan tertentu, mengandung aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Isi Kurikulum
Kelompok pembinaan jiwa pancasila, kelompok pembinaan pengetahuan dasar, kelompok pembinaan kecakapan khusus.
Penyesuaian dengan pengembangan anak berdasarkan bakat. Diferensiasi dimulai kelas II, dan terdapat pendidikan Karya dan Kesenian.
Pengelompokkan mata pelajaran pembinaan jiwa pancasila, pembinaan pengetahuan dasar dan pembinaan kecakapan khusus (termasuk ilmu keguruan dan lain-lain).
Pendekatan bidang studi program yang terdiri dari program  umum, akademik/kejuruan, pendidikan keterampilan.
Desain Kurikulum
Menuju integrasi kurikulum (TK sampai PT), setiap segi pendidikan terdapat tujuan, pedoman pelaksanaan dan cara merangsang agar anak melakukannya secara aktif.
-
Pengelompokkan mata pelajaran :
Waktu : kelas I dan II (40%) dan III (60%)
Asas : kemungkinan peralihan demokrasi pendidikan, tahap bakat mata pelajaran, interaksi pendidikan.
- Berorientasi pada tujuan
- Efisiensi dan efektivitas
-  Relevansi dengan kebutuhan
-  Keluwesan dan keadaan
-  Pendidikan seumur hidup.
Pendekatan Metologi Mengajar
Tidak jelas
Ditentukan dengan jelas, penggunaan persiapan mengajar biasa, dan ada pedoman yang ditetapkan P dan K.
Pengajaran unit pada tingkat Broadfield.
- Pendekatan PPSI dan Model Santun Pelajaran
- Menggunakan konsep CBSA
- Lengkap dengan pedoman metode, evaluasi, bimbingan administrasi dan supervisi.
Penilaian
System ujian negara
System ujian Negara
System ujian negara
Penilaian formulatif dan sumatif TPB, EBTA, EBTANAS.
Bimbingan
-
Oleh Tim Khusus (terutama pada awal diferensisasi).
-
-
Fasilitas
-
Tidak dibakukan
-
-
Selain perkembangan kurikulum di atas, ternyata kurikulum di Indonesian masih terus berkembang sampai sekarang. Berikut dijelaskan sejarah perkembangan kurikulum hingga sampai saat ini :
1.      Kurikulum Pendidikan Dasar (SD/MI, SMP/MTs) (1994)
Tujuannya adalah memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masrayakat, warga negara dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah (PP No. 28 Tahun 1990). Isinya yaitu merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan dasar (pasal 14 :1), dan isi kurikulum pendidikan dasar wajib memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran : a) Pendidikan Pancasila, b) Pendidikan Agama, c) Pendidikan Kewarganegaraan, d) Bahasa Indonesia, e) Membaca dan Menulis, f) Matematika (termasuk berhitung), g) pengantar Sains dan Teknologi, h) Ilmu Bumi, i) Sejarah Nasional dan sejarah Umum, j) Kerajinan Tangan dan Kesenian, k) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, l) Menggambar, m) Bahasa Inggris (pasal 14:2).
Dapat dipahami bahwa kurikulum pendidikan dasar pada 1994 mengalami kemajuan yang berarti, terutama dalam hal kurikulumnya yang berorientasi ke depan dan pengembangan kepribadian anak didik dan lain-lain serta secara kelembagaan Departemen Agama juga mempunyai wewenang penuh dalam mengelola pendidikan dasar.

2.      Kurikulum SMA (1994)
Pada PP No. 29/1990 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan pengetahuan siswa untuk melancarkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian (pasal 2:1). Kemudian, tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbale balik dengan lingkungan social budaya alam dan sekitarnya (pasal 2:2). Untuk mencpai tujuan di atas, penyelenggaraan pendidikan menengah berpedoman pada tujuan pendidikan nasional. Dapat dipahami bahwa kurikulum Sekolah Menengah (SM) sangatlah fleksibelyang merupakan pengembangan daripada kurikulum SM sebelumnya.
Isi kurikulum pendidikan menengah merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan menengah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Isi kurikulumnya wajib memuat bahan kajian dan pelajaran mengenai Pendidikan  Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (pasal 15:2). Di samping itu, kurikulum SM dapat menjabarkan dan menambahkan mata pelajaran sesuai dengan keadaan lingkungan dan ciri khas SM yang bersangkutan dengan tidak mengurangi kurikulum yang  berlaku secara rasional (pasal 15:5); dan SM dapat menambahkan kajian dan mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan setempat (pasal 16:6). 

3.      Kurikulum KBK (2004)
Pada era reformasi, prinsip implementasi Kurikulum 2004 adalah lahirnya KBK, yang meliputi antara lain Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), penilaian berbasis kelas, dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Dalam hubungannya dengan KBM, proses belajar mengajar tidak hanya berlangsung di lingkungan sekolah saja, tetapi di lingkungan keluarga dan masyarakat. Kurikulum 2004 merupakan eksperimen yang diterapkan secara terbatas di sejumlah sekolah untuk eksperimen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

4.      Kurikulum KTSP (2006)
Dalam pengembangan KTSP, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari KBK, sebab pendekatan pengembangan KTSP menggunakan pendekatan KBK. Pendekatan KBK memiliki beberapa ciri. Pertama, menitikberatkan pada pencapaian target kompetensi daripada penguasaan materi. Kedua,  lebih mengakomodasi keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan tersedia. Ketiga, memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan.
Model kurikulum merupakan wujud rancangan khusus yang menggambarkan struktur kurikulum yang akan dilaksanakan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil analisis terhadap teori, pendekatan, prinsip, dan kondisi internal maupun eksternal pendidikan. KTSP merupakan suatu pilihan model kurikulum dalam upaya memenuhi tuntutan perubahan dan perkembangan sainstek, realitas pendidikan nasional, dan respons terhadap otonomi daerah.[1]

A.      Pengertian Kurikulum
Ditinjau dari katanya, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang awalnya digunakan dalam bidang olah raga, yaitu kata currere yang artinya adalah jarak tempuh lari. Dalam berlari tentu saja ada jarak yang harus ditempuh mulai dari start sampai dengan finish. Jarak dari start sampai dengan finish inilah yang disebut dengan currere. Dan atas dasar itulah pengertian kurikulum diterapkan dalam bidang pendidikan.[2]
Pengertian kurikulum dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian dalam arti sempit dan pengertian dalam arti luas.
 Pengertian kurikulum dalam arti sempit adalah sejumlah mata pelajaran atau sejumlah pengetahuan yang harus dikuasai oleh anak didik untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah pada suatu lembaga pendidikan. Adapun pengertian kurikulum dalam arti luas adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dialami dan dilakukan oleh anak didik dibawah tanggung jawab sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas dalam rangka usaha pencapaian tujuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan kegiatan itu tidak terbatas intra ataupun ekstra kurikuler. Apapun yang dilakukan siswa asal berada dibawah tanggung jawab dan bimbingan guru, itu adalah kurikulum dalam artian secara luas atau modern.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah segala kegiatan dan pengalaman belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk dilakukan dan dialami oleh peserta didik agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.[3]
Adapun pengertian kurikulum menurut pandangan beberapa ahli, sebagai berikut :


a.       Kurikulum sebagai suatu program kegiatan yang terencana
Berdasarkan pandangan komprehensif terhadap setiap kegiatan yang direncanakan untuk dialami seluruh siswa, kurikulum berupaya menggabungkan ruang lingkup, rangkaian, interpretasi keseimbangan subject matter, teknik mengajar dan hal lain yang dapat direncanakan sebelumnya. (Saylor, Alexander dan Lewis, 1986)
b.      Kurikulum sebagai hasil belajar yang diharapkan
Kurikulum tidak dipandang sebagai aktivitas, tetapi difokuskan secara langsung pada berbagai hasil belajar yang diharapkan (intended learning). Karena hasil belajar yang diharapkan merupakan dasar bagi perencanaan dan perumusan berbagai tujuan kegiatan pembelajaran. (Johnson, 1977 dan Ponser, 1982)
c.       Kurikulum adalah Rancangan Pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah. (Crow and Crow) [2]
d.      Kurikulum adalah kelompok pengajaran yang sistematik atau urutan subjek yang dipersyaratkan untuk lulus atau sertifikasi dalam pelajaran mayor, misalnya kurikulum pelajaran sosial, kurikulum pendidikan fisika (Carter V. Good dalam Oliva, 191:6)
e.       Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa dibawah bimbingan guru (Hollis L. Caswell and Doak S. Campbell dalam Oliva, 1991:6)
f.       Kurikulum adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik (J. Galen Saylor, William M. Alexander, and arthur J. Lewis dalam Oliva 1991:6)
g.      Kurikulum pada umumnya berisi pernyataan tujuan dan tujuan khusus, menunjukkan seleksi dan organisasi konten, mengimplikasikan dan memanifestasikan pola belajar mengajar tertentu, karena tujuan menuntut mereka atau karena organisasi konten mempersyaratkannya. Pada akhirnya, termasuk di dalamnya program evaluasi outcome (Hilda Taba dalam Oliva, 1991:6)
h.      Kurikulum sekolah adalah konten dan proses formal maupun non formal di mana pebelajar memperoleh pengetahuan dan pemahaman, perkembangan skill, perubahan tingkah laku, apresiasi, dan nilai-nilai di bawah bantuan sekolah (Ronald C. Doll dalam Oliva, 1991:7)
i.        Kurikulum adalah rekonstruksi dari pengetahuan dan pengalaman secara sistematik yang dikembangkan sekolah (atau perguruan tinggi), agar dapat pebelajar meningkatkan pengetahuan dan pengalamannnya (Danniel Tanner and Laurel N. Tanner dalam Oliva, 1991:7)
j.        Kurikulum dalam program pendidikan dibagi menjadi empat elemen yaitu program belajar, program pengalaman, program pelayanan, dan kurikulum tersembunyi (Abert I. Oliver dalam Oliva, 1991:7).
k.      Kurikulum mengandung konten (suject matter), pernyataan tujuan (terminal objective), urutan konten, pre-asesmen dari entri skil yang dipersyaratkan pada siswa ketika mulai belajar konten (Roert M. Gagne dalam Oliva, 1991:7).
l.        Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan. (Dr. Addamardasyi dan Dr. Munir Kamil) [3]
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa kurikulum itu mempunyai empat unsur utama, yaitu:
1.        Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk melalui kurikulum.
2.        Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman sehingga terbentuk kurikulum tersebut. Bagian inilah yang biasa disebut mata pelajaran. Bagian ini pula yang dimasukkan dalam silabus.
3.        Metoda dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan mendorong murid-murid belajar dan membawa mereka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.
4.        Metode dan cara penilain yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan dalam kurikulum seperti ulangan dan ujian-ujian yang ada di sekolah.[4]

B.       Konsep Kurikulum
Kurikulum mempunyai tiga konsep, yaitu kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem dan sebagai bidang studi.
Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi yaitu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau merupakan suatu perangkat yang ingin dicapai.
Konsep kedua, kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum ini merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, dan bahkan sistem masyarakat. Sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum. Hal ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Adapun tujuan dari kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.[5]

C.      Peranan Kurikulum
Kurikulum mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan kurikulum ini dibagi menjadi tiga, yaitu :[6]
1.      Peranan Konservatif
Salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial pada generasi muda. Maka dari itu sekolah merupakan suatu lembaga yang dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku siswa sesuai dengan berbagai nilai sosial yang ada dalam masyarakat, hal ini sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial.
2.      Peranan Kritis dan Evaluatif
Kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan memberi penekanan pada unsur berpikir kritis karena kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah, dimana sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada namun juga menilai dan memilih berbagai unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai dengan keadaan dimasa yang akan datang dihilangkan serta dimodifikasi dan diadakan perbaikan. Maka dari itu kurikulum harus merupakan pilihan yang tepat atas dasar krieria tertenu.
3.      Peranan Kreatif
Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif dan konstruktif, yang artinya dapat menciptakan dan menyusn suatu hal yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Untuk membantu setiap individu dalam mengembangkan semua potensi yang ada, maka kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berpikir, kemampuan dan keterampilan yang baru yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Ketiga peranan ini sangat penting dan harus dilaksanakan secara seimbang agar kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan dalam membawa siswa menuju kebudayaan masa depan.

D.      Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya apabila dilihat dari sisi pengembang kurikulum (guru), fungsi dari kurikulum adalah sebagai berikut : (a) Fungsi preventif, yaitu mencegah kesalahan para pengembang kurikulum terutama dalam melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana kurikulum. (b) Fungsi korektif, yaitu mengoreksi dan membetulkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pengembang kurikulum dalam melaksanakan kurikulum. (c) Fungsi konstruktif, yatu memberikan arah yang jelas bagi para pelaksana dan pengembang kurikulum untuk membangun kurikulum yang lebih baik pada masa yang akan datang.
Apabila dilihat dari sisi peserta didik, Alexander Inglis, dalam bukunya Principle of Secondary Education mengemukakan beberapa fungsi kurikulum, yaitu sebagai berikut : (a) Fungsi penyesuaian, yaitu membantu peserta didik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara menyeluruh. (b) Fungsi pengintegrasian, yaitu membentuk pribadi-pribadi yang terintegrasi sehingga mampu bermasyarakat. (c) Fungsi perbedaan, membantu memberikan pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan individual dalam masyarakat. (d) Fungsi persiapan, mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. (e) Fungsi pemilihan, memberikan kesempatan kepada peserta untuk memilih program-program pembelajaran secara selektif sesuai dengan kemampuan, minat, dan kebutuhannya. (f) Fungsi diagnostik, membantu peserta didik untuk memahami dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya.[7]
Adapun menurut Winarmo Surahman, fungsi kurikulum ditinjau dari tiga segi, adalah sebagai berikut :
a.       Fungsi bagi Sekolah yang Bersangkutan
Fungsi kurikulum bagi sekolah dibagi menjadi dua yaitu : Pertama, sebagai alat unuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Kedua, kurikulum dijadikan sebagai pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah.
b.      Fungsi bagi Sekolah Tingkat diatasnya
Disini fungsi kurikulum adalah untuk mengontrol dan memelihara keseimbangan proses pendidikan. Dengan mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat tertentu maka kurikulum pada tingkat diatasnya dapat mengadakan penyesuaian. Disamping itu juga berfungsi untuk menyiapan tenaga pengajar.
c.       Fungsi bagi Masyarakat
Untuk terjun di masyarakat dan untuk bekerja sesuai dengan keterampilan potensi yang dimilikinya maka kurikulum sekolah haruslah mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat. Dan untuk keperluan itu diperlukan adanya kerja sama antara pihak sekolah dengan pihak luar. Dengan itu, masyarakat atau para pemakai lulusan sekolah dapat memberikan bantuan, kritik atau saran-saran yang berguna bagi penyempurnaan program pendidikan di sekolah.[8]





BAB III
KESIMPULAN
kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang awalnya digunakan dalam bidang olah raga, yaitu kata currere yang artinya adalah jarak tempuh lari. Dalam berlari tentu saja ada jarak yang harus ditempuh mulai dari start sampai dengan finish.
Keberadaan suatu kurikulum tertentu mempunyai ciri yang agak berbeda dengan kurikulum sebelumnya, misalnya antara kurikulum 1984 dengan kurikulum 1994.
Adanya perubahan dan perkembangan kurikulum pada dasarnya merupakan suatu upaya mengantisipasi perkembangan masyarakat. Dalam pengembangan kurikulum, hendaknya kepentingan nasional, ciri khas satuan pendidikan, serta kepentingan masa depan anak didik dan masyarakat dapat dipenuhi.













DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. 2011. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. 2008. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. 2011. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media
Subandi Jah, Subandi. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. 1996. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Nazhary. Pengorganisasian Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. 1993. Jakarta : Dermaga
Nurgiyantoro, Burhan. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. 1985. Yogyakarta : BPFE.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. 2012. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.


[1] Prof. Dr. H. Abdullah Idi, M.Ed. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. 2011. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media. Hal : 13-45
[2] Dra. Subandi Jah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. 1996. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hal : 1
[3] Drs. Nazhary. Pengorganisasian Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. 1993. Jakarta : Dermaga. Hal : 1-3
[5] Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. 2012. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hal : 27
[6] Prof. Dr. H. Oemar Hamalik. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. 2008. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Hal : 12-13
[7] Drs. Zainal Arifin, M.Pd. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. 2011. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Hal : 12-13
[8] Burhan Nurgiyantoro. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. 1985. Yogyakarta : BPFE. Hal : 6-8

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda