PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Peradaban Islam adalah terjemahan dari
kata arab “Al-Hadharah Al-Islamiyyah”. Kata
ini sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan Islam. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang
semangat mendalam suatu masyarakat. Pembahasan sejarah peradaban Islam yang
sangat panjang dan luas (khususnya di Asia Tenggara) tidak bisa dilepaskan dari
pembahasan sejarah perkembangan politiknya[1].
Bukan saja karena persoalan-persoalan politik sangat menentukan perkembangan
aspek-aspek peradaban tertentu, tetapi karena system politik dan dunia sejarah
Islam masih sangat terpengaruh oleh kajian sejarah dunia Islam yang
konvensional. Akan tetapi, perkembangan Islam di Asia Tenggara tumbuh dan
berkembang secara damai melalui dunia perdagangan.
B.
Rumusan
Masalah
Peradaban Islam pada umumnya merupakan peradaban
yang defensive pada masa saintifik-teknologi dan industrial yang pada saat ini
semakin mencapai tingkat yang tidak pernah dibayangkan oleh orang sebelumnya.
Dari situlah muncul beberapa pertanyaan yang menarik untuk dibahas.
Pertanyaan-pertanyaan itu, yaitu :
A. Bagaimana
proses islamisasi di Asia Tenggara ?
B. Daerah-daerah
mana saja yang menjadi pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara ?
C. Apa
saja pengaruh peradaban Islam terhadap pertumbuhan lembaga social dan lembaga
politik di Asia Tenggara ?
D. Bagaimana
perkembangan keagamaan dan peradaban setelah Islam masuk ke Asia Tenggara ?
C.
Tujuan
Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
dari pembahasan ini antara lain, untuk mengetahui :
A. Proses
islamisasi di Asia Tenggara,
B. Beberapa
pusat penyebaran agama Islam di Asia Tenggara,
C. Pertumbuhan
lembaga social dan politik setelah Islam masuk ke Asia Tenggara,
D. Perkembangan
keagamaan dan peradaban Islam di Asia Tenggara.
PEMBAHASAN
A.
Proses
Islamisasi
1. Teori Masuknya Islam di Asia Tenggara
Mengenai
tempat asal datangnya Islam di Asia Tenggara, sedikitnya ada tiga teori, yaitu
:
a. Pertama,
menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab, atau tepatnya dari Hadramaut.
Teori ini dikemukakan oleh Crawfud (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), De
Hollander (1861), dan Veth (1878). Crawfud menyatakan bahwa Islam datang
langsung dari Arab, meskipun ia menyebut adanya hubungan dengan orang-orang
”Mohammedan” di India Timur. Keyzer beranggapan bahwa Islam dari Mesir yang
bermazhab Syafi’I, sama seperti yang dianut oleh kaum muslimin di Nusantara
pada umumnya. Niemann dan De Hollander
menyatakan bahwa Islam datang dari Hadramaut bkan dari Mesir, sebab kaum muslim Hadramaut adalah pengikut mazhab
Syafi’I seperti kaum muslim Nusantara.
b. Kedua,
mengatakan bahwa Islam datang dari India pertama kali dikemukakan oleh Pijnapel
(1872). Menurutnya , orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’I dari Gujarat dan
Malabar di India yang membawa Islam ke Asia Tenggara melalui perdagangan.
c. Ketiga,
menurut Fatimi, Islam datang dari Benggali (Bangladesh). Ia mengutip keterangan
dari Tome Pures yang mengungkapkan bahwa
kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang Benggali atau keturunan
mereka.[2]
2. Proses
Islamisasi
Terdapat tiga hal yang diperdebatkan oleh ulama
mengenai datangnya Islam ke Indonesia: waktu datang, penyebar dan daerah asal
penyebar.
Azyumardi Azra mengatakan bahwa perkembangan Islam
di Asia Tenggara mengalami tiga tahap:
1. Islam
disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India dan Persia di
sekitar pelabuhan (terbatas). Pada tahap ini, para ulama yang juga merangkap sebagai pedagang
memiliki peran besar dalam penyebaran Islam. Di samping itu, penyebaran Islam
dalam tahap ini sangat diwarnai oleh aspek mistik Islam (tasauf). Meskipun
demikian, tidak berarti syari’at atau fikih diabaikan sekali. Tahap pertama ini
berlangsung hingga Majapahit runtuh
(abad XV M).
2. Sejak
datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di Semenanjung Malaya, dan
Spanyol di Pilipina, sampai abad XIX M
3. Tahap
Liberalisasi kebijakan pemerintahan kolonial, terutama Belanda di Indonesia.
Pada tahap ini, proses Islamisasi di Asia Tenggara sampai bentuknya seperti
sekarang ini.
Islamisasi di
Asia Tenggara dimulai sejak dunia Islam melakukan hubungan hubungan baik
dengan kerajaan- kerajaan di Asia Tenggara. Meskipun masih
diperdebatkan. I’Tsing yang pernah berkunjung ke Sriwijaya palembang (671 M)
menjelaskan bahwa Sriwijaya sudah menjalin hubungan dengan Khalifah Mu’awiyah Bin Abi Sufyan (661
M) dan khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz (717-720 M). Selanjutnya ia menjelaskan
bahwa jalinan hubungan tidak semata
menyangkut bidang perdagangan , tetapi juga bidang politik dan diplomatik.
K.N. Sofyan Hasan dan Warkum Sumitro(1994)
menyederhanakan perdebatan mengenai kedatangan Islam Nusantara. Menurutnya,
sejarawan terbagi menjadi dua kelompok dalam menjelaskan asal-usul Islam di
Nusantara. (termasuk Indonesia).
1. Husin
Jayadiningrat dan Cristien Snouck Hurgronje (Ahli hukum dari Belanda)
berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara pada Abad XIII yang dibawa oleh
para da’i dan pedagang dari Persia melalui India. Argumentasinya adalah:
a. Kerajaan
Islam yang pertama di Indonesia adalah Samudera Pasai di Aceh Utara (Lhoksemawe).
Nama samudera pasai berasal dari kata Persia;[3]
b. Mistik
yang diajarkan di Indonesia sama dengan mistik yang al- Hallaj dengan Syekh
Siti Jenar;
c. Cara membaca al-Qur’an di Indonesia sama
dengan cara menbaca Al-Qur’an di Persia.
2. Hamka
dan W.P. Goenevelt berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara langsung dari
Arab (Mesir) tidak melalui Persia dan India. Alasannya adalah:
a. Madzhab
yang dianut oleh kerajaan Islam Pasai pada waktu itu adalah Madzhab Syafi’i,
dan madzhab itu berasal dari Mekkah.
b. Gelar-gelar
raja Pasai yang dipakai pada waktu itu adalah gelar raja-raja Mesir.
Pada Tanggal 7 Maret 1963 di Medan
diadakan seminar tentang masuknya Islam di Indonesia dengan kesimpulan:
a. Islam
masuk ke Indonesia pada abad VII M langsung dari Arab
b. Daerah
pertama yang didatangi Islam adalah Pesisir Sumatera dan Kerajaan Islam pertama
adalah Samudera Pasai.
c. Pada
awalnya, Islam disebarkan oleh orang asing yang beragama Islam, pada tahap
berikutnya, umat Islam Indonesia turut aktif dalam penyebaran Islam.
d. Mubalig
(penyebar Islam) merangkap sebagai pedagang.
e. Islamisasi
dilakukan dengan cara damai, dan
f. kedatagan
Islam mendorong lahirnya peradaban bangsa Indonesia.[4]
B. PUSAT-PUSAT
PENYEBARAN ISLAM DI ASIA TENGGARA.
Sebelum Islam datang , Indonesia telah berkuasa kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha. Diantaranya, ada kerajaan
Bahari terbesar yang menguasai dan
mengendalikan pulau-pulau di Nusantara, yaitu Kerajaan Sriwijaya di sekitar
Palembang, Sumatera Selatan Singasari, selanjutnya yaitu Majapahit.
Pada abad ke-7, Islam belum menyebar
luas secara merata ke seluruh penjuru Nusantara, karena pengaruh agama Budha
masih memegang peranan di Kerajaan Sriwijaya, terutama dalam kehidupan Sosial,
politik, perekonomian dan kebudayaan. Pada Awal abad ke-13 M, kerajaan ini
memasuki masa kemunduran. Dalam kondisi seperti ini, pedagang-pedagang
muslim memanfaatkan politiknya dengan
mendukung daerah-daerah yang muncul dan menyatakan diri sebagai kerajaan yang
bercorak Islam. Mereka tidak hanya
membangun perkampungan pedagang yang bersifat ekonomis, tetapi juga
membentuk struktur pemerintahan yang dikehendaki.
Sementara itu di kerajaan Majapahit
setelah Patih Gajah Mada meninggal dunia (1364 M), dan Hayam Wuruk (1389 M),
situasi politik Majapahit goncang dan terjadi perebutan kekuasaan di kalangan
keluarga istana. Bersamaan dengan melemahnya Majapahit, Islam di Jawa mendapatkan posisi yang menguntungkan
sehingga di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus, Demak akhirnya berhasil menggantikan
Majapahit sebagai keraton pusat.
Uraian di atas menunjukkan bahwa
cikal-bakal kekuasaan Islam sudah dirintis sejak abad ke-7 M. Tetapi semuanya
tenggelam dalam hegemoni Maritim Sriwijaya
yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu Jawa, seperti kerajaan
Medang, Kediri, Singasari, dan Majapahit di Jawa Timur. Kemudian Islam
menempati struktur pemerintahan ketika komunitas muslim sudah kuat yang
bersamaan dengan suramnya kondisi politik kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha.
Islam sebagai agama yang memberikan
corak kultur bangsa Indonesia dan sebagai kekuatan politik yang menguasai
struktur pemerintahan sebelum datangnya Belanda dapat dilihat dari munculnya
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara ini, antara lain di Sumater, Jawa,
Kalimantan dan Sulawesi. [5]
1. Islam
Sumatera
Ada tiga Kerajan Islam terkenal di Sumatera yang
telah memosisikan Islam sebagai agama dan sebagai kekuatan politik yang
mewarnai corak sosial budayanya, yaitu Perlak, Pasai, dan Aceh.
Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Sumatera
Utara yang berkuasa pada tahun 225-692 M. Dengan Raja pertamanya Sultan
Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah (225-249 H. / 840-864 M). Hal ini sesuai dengan berita Marcopolo (
pengembara Itali yang tiba di Sumatera) yang menyatakan bahwa pada masa itu
(abad ke-8 M), Sumatera terbagi menjadi delapan buah kerajaan yang semuanya
menyembah berhala, kecuali sebuah saja, yaitu Perlak yang berpegang pada Islam.
Hal ini karena ia selalu didatangi pedagang-pedagang Saracen (muslimin) yang
menjadikan penduduk bandar ini memeluk undang-undang Muhammad (undang-undang
Islam).
Sistem pemerintahan yang diterapkan oleh kerajaan
Islam Perlak pada dasarnya mengikuti sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh
Daulah Abbasiyah (750-1258 M), yaitu kepala pemerintahan / kepala badan
eksekutif dipegang oleh sultan dengan dibantu olleh beberapa wazir, yaitu Wazir
As-Siyasah (bidang politik); Wazir Al-Harb ( bidang keamanan/pertahanan); Wazir
Al-Maktabah (bidang administrasi negara);Wazir Al-Iqtishad (bidang ekonomi dan
keuangan); dan Wazir Al-Hukkam (bidang kehakiman). Selain itu, sebagai
penasihat pemerintah yang bertugas
mendampingi sultan dan wazirnya, dibentuk sebuah lembaga yang disebut
Majelis Fatwa di bawah pimpinan seorang ulama yang berpangkat Mufti.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa Islam, baik sebagai
kekuatan sosial agama maupun sebagai kekuatan sosial-politik, pertama-tama
memperlihatkan dirinya di Nusantara ini adalah di Negeri Perlak. Dari negeri
inilah, pertama kalinya Islam memancar ke pelosok tanah air Indonesia. Kerajaan
Islam Perlak terus hidup merdeka sampai dipersatukannya dengan kerajaan
Samudera Pasai pada zaman pemerintahan Sultan Muhammad Malik Ad-Dzahir Ibn
Al-Malik Ash-Shaleh (688-1254 H / 1289-1326 M).[6]
Sultan Al-Malikal-Shaleh (1297 M) adalah raja
pertama dari kerJN Smudera. Beliau kemudian menikah dengan puteri raja Perlak
dan memiliki dua anak. Oleh karena itu, dua kerajaan ini kemudian digabung
menjadi kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini bertahan lama sampai ditundukkan
oleh Portugis (1521 M).
Para pedagang muslim mengislamkan penduduk urban;
sedangkan di daerah pedalaman tetap melanjutkan tradisi lama mereka. Cerita
tentang kerajaan ini terdapat dalam sejumlah literatur berdasarkan perjalanan
Marco Polo, Ibn Bathuthah, dan Fe-Hien (dari Cina).[7]
Kerajaan Samudera pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. Dianeksasi oleh raja
Aceh, Ali Mughayatsyah. Selanjutnya, kerajaan Samudera Pasai berada dibawah
Pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam. Ali Mughayatsyah (1514-1530 M) telah banyak
berjasa dalam berbagai aspek keislaman.
a. Dalam
bidang politik, sultan berupaya menghadang penjajah Portugis Kristiani dengan
memprakarsai negara Islam bersatu, yaitu menyatukan tenaga politik Islam di
dalam sebuah negara yang kuat dan berdaulat yang diberi nama “Aceh Besar”
(1514).
b. Dalam
bidang pemerintahan, baginda raja telah meletakkan Islam sebagai asas
kenegaraaan, bahkan beliau melarang orang-orang bukan Islam untuk memangku
jabatan kenegaraan atau meneruskan jabatannya.
c. Dalam
bidang dakwah, dibangun pusat Islam yang megah, dihimpun para ulama dari juru
dakwah, serta menyuruh jihad memerangi penyembah berhala dan syirik. Pada masa
Sultan Alauddin Ri’ayat Syah (abad ke-16), Aceh dikenal sebagai negara Islam
yang perkasa dan menjadi pusat penyebaran Islam yang yang besar di Nusantara.
d. Dalam
bidang hukum, syari’at Islam ditegakkan , bahkan raja telah menghukum mati
anaknya karena kezaliman dan jinayat (pidana). Dari Pasai dan Aceh, Islam
memancar keseluruh pelosok Nusantara yang terjangkau oleh para juru dakwahnya.
2.
Islam di Jawa
Ahli-ahli sejarah tampaknya sependapat bahwa
penyebar Islam di Jawa adalah para Wali Songo. Mereka tidak hanya berkausa
dalam lapangan keagamaan, tetapi juga
dalam hal pemerintaha dan politik. Bahkan , sering kali seorang raja
seakan-akan baru sah sebagai raja kalau ia sudah diakui dan diberkahi oleh Wali
Songo.
Islam telah
tersebar di pulau Jawa, paling tidak sejak Malik Ibrahim dan Maulana Ishak yang
bergelar Syaikh Awal Al-Islam diutus sebagai juru dakwah oleh Raja Samudera,
Sultan Zainal Abidin Bahiyah Syah (1349-1406) ke Gresik.dalam percaturan
politik, Islam mulai memosisikan diri ketika melemahnya kekuasaan Majapahit
yang memberi peluang kepada penguasa Islam di pesisir untuk membangun
pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah pimpinan sunan Ampel, Wali
Songo bersepakat untuk mengangkat Raaden Patah sebagai raja pertama kerajaan
Islam Demak, Mataram, Cirebon, dan Banten. Dalam mendirikan negara Islam
tersebut, peranan Wali Songo sangat besar. Misalnya Sunan Gunung Djati
mendirikan kerajaan Mataram yang pengaruhnya sampai ke Makasar, Ambon, dan
Ternate.
Disamping kekuatan politik Islam yang memberi
konstribusi besar terhadap perkembangannya, Islam juga hidup di masyarakat
dapat memberi dorongan kepada penguasa non-muslim untuk memeluknya. J.C. Van
Leur menyebutkan bahwa motivasi bupati pantai utara Jawa memeluk Islam
bertujuan untuk mempertahankan kedudukannya. Dengan kata lain, para Bupati
telah menjadikan agama Islam sebagai Instrumen Politik untuk memperkuat
kedudukannya.
Keterangan ini memberikan gambaran kepada kita bahwa
agama Islam di Jawa pada masa kerajaan Islam telah menjadi agama rakyat. Para
penguasa / bupati pesisir memeluknya karena tanpa ada konversi agama, tampaknya
kedudukan mereka tidak dapat dipertahankan.[8]
3. Islam
di Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi
Pada awal abad ke-16. Islam masuk ke Kalimantan
Selatan, yaitu di kerajaan Daha (banjar) yang beragama Hindu. Berkat bantuan
Sultan Demak, Trenggono (1521-1546), Raja Daha dan rekyatnya masuk Islam
sehingga berdirilah Islam Banjar, dengan Raja pertamanya Pangeran Samuderayang
diberi gelar Pangeran Suryanullah atau Suriansah.
Di Kalimantan Timur (Kutai) pada tahun 1575, yaitu
Tunggang Parangan mengislamkan raja Mahkota. Sejak baginda raja masuk Islam,
terjadilah proses Islamisasi di Kutai terutama oleh putranya, dan pengganti-penggantinya
meneruskan perang ke daerah-daerahnya.
Pada abad ke-10 dan ke-11, di Maluku sudah ramai
perniagaan rempah-rempah, terutama ceengkeh dan pala yang dilakukan oleh para
pedagang Arab dan Persia. Tentunya, pada saat itu telah terjadi sentuhan
pedagang muslim dengan rakyat Maluku yang membentuk komunitas Islam. Dengan
derasnya gelombang pedagang muslim dan atas ajaka Datuk Maulana Husain, di
Ternate, Raja Gafi Bata menerima Islam
dan namanya berganti menjadi Sultan Zaenal Abidin (1465-14860. Di Tidore,
datang seorang pendakwah dari tanah Arab
yang bernama Syekh Mansur dan atas ajakannya, Raja Tidore yang bernama Kolana masuk Islam dan berganti nama menjadi
Sultan Jamaluddin. Di Ambon Islam datang dari Jawa Timur (Gresik) yang berpusat
di kota pelabuhan Hitu pada tahun 1500 M. Disaat Islamisasi berlangsung,
Portugis melancarkan Kristenisasi di Ternate pada tahun 1522 M. Namun, usahanya
tidak banyak berhasil. Pada masa Sultan Baabullah (1570-1583), benteng
pertahanan Portugis di Ambon di taklukkan.
Di Sulawesi, Raja Gowa – Tallo, I Mangarangi
Maurobia, atas ajakan Datuk Rianang masuk Islam pada tahun 1605 dengan gelar
Sultan Alauddin di Talo raja I Malingkoan Daeng Nyonri Kareng Katangka pada
tahun yang sama masuk Islam dengan gelar Sultan Abdullah Awal Islam. Setelah
itu, Islam tersebar ke Luwu, Waio(1610); Soppengdan Bone (1611).
Berkenaan dengan proses pembentukan negara atau kerajaan Islam
tersebut di atas, menurut Taufik Abdullah, setidak-tidaknya ada tiga pola
pembentukan budaya yang tampak dari proses tersebut, yaitu:
1. Pola
Samudera Pasai; akhirnya Samudera Pasai berlangsung melalui perubahan dari
negara yang segmenter ke negara yang
terpusat. Kerajaan ini bukan hanya berhadapan dengan golongan-golongan yang
belum di tundukkan dan diislamkan dari wilayah pedalaman, tetapi juga harus
menyelesaikan pertentangan politik serta pertentangan keluarga yang
berkepanjangan. Dalam proses perkembangannya menjadi negara terpusat Samudera
Pasai juga menjadi pusat pengajaran agama. Reputasinya sebagai pusat agama
terus berlanjut walaupun kemudian kedudukan ekonomi dan politiknya menyusut.
Dengan pola ini, Samudera Pasai memiliki “kebebasan budaya” untuk
memformulasikan struktur dan sistem kekuasaan yang mencerminkan tentang
dirinya.
2. Pola
Sulawesi Selatan; pola islamisasi melalui keraton atau pusat kekuasaan. Proses
Islamisasi berlangsung dalam suatu struktur negara yang telah memiliki basis
legitimasi geneologis. Konversin agama menunjukkan kemampuan raja. Penguasa
terhindar dari penghinaan rakyatnya dalam masalah kenegaraan. Pola ini
digunakan di Sulawesi Selatan, Maluku, dan Banjarmasin. Islamisasi di daerah
ini tidak memberi landasan bagi pembentukan negara. Islam tidak mengubah desa menjadi suatu bentuk baru dari
organisasi kekuasaan. Konversi agama dijalankan, tetapi pusat kekuasaan telah
ada lebih dahulu.
3. Pola
Jawa; di Jawa Islam mendapatkan suatu sistem politik dan struktur kekuasaan
yang telah lama mapan. Ketika kekuasaan raja melemah, para saudagar kaya
diberbagai kadipaten di wilayah peisir mendapat peluang besar untuk menjauhkan
diri dari kekuasaan raja. Mereka tidak hanya masuk Isla, tetapi juga memasuki
pusat-pusat politik independen. Setelah keraton besar goyah, keraton-keraton
kecil bersaing menggantikan kedudukannya. Ketika abad ke-14 komunitas muslim
sudah besar, bersamaan dengan melemahnya Majapahit, Demak tampil menggantikan
kedudukannya. Dengan posisi baru ini, Demak tidak saja menjadi pemegang
hegemoni politik, tetapi juga menjadi “jembatan penyeberangan” Islam yang
paling penting di Jawa. Tidak seperti pola Samudera Pasai, Islam mendorong
pembentukan negara yang supradesa, juga tidak seperti Gowa-Talo, keraton
kemudian yang diislamkan, di Jawa, Islam tampil sebagai penantang, untuk
kemudian mengambil alih kekuasaan yang ada. Jadi, yang tampil adalah suatu
dilema kultural dari orang baru di dalam bangunan politik yang lama.[9]
C.
Pertumbuhan
Lembaga Sosial dan Lembaga Politik
Masuknya Islam ke Asia Tenggara khususnya
daerah-daerah Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Disamping itu, keadaan
politik dan social budaya ketika
didatangi Islam juga berlainan. Pada
abad ke-7 sampai ke-10 M, kerajaan Sriwijaya mmeperluas wilayah kekuasaannya ke
daerah semenanjung Malaka sampai Kedah.
Datangnya orang-orang muslim ke daerah-daerah itu sama sekali belum
memperlihatkan dampak-dampak politik, karena mereka datang memang hanya untuk usaha pelayaran dan
berdagang. Keterlibatan orang-orang muslim dalam dunia politik baru terlihat
sejak abad ke-9.
Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan
untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang
bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi.
a. Indonesia
Lembaga-lembaga social dan lembaga-lembaga politik
di Indonesia, seperti :
-
Masjid (langgar)
Muncul sejalan dengan terbentuknya masyarakat
muslim yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan juga sebagai tempat
dilaksanakannya pendidikan bagi orang dewasa dan anak-anak.
-
Pesantren
Banyak pendapat
mengemukakan bahwa pertama kali pesantren didirikan pada zaman wali songo, dan
sebagai pendirinya yaitu Sunan Maulana Malik Ibrahim. Di Jawa, sebelum Islam
masuk sudah dikenal lembaga pendidikan yang disebut pawiyatan. System pawiyatan ini dilakukan oleh Ki Ajar sebagai
pengajar (guru) dan cantrik sebagai orang yang diajar (murid)[10].
Adapun cirri-ciri dari pesantren yaitu : mengajarkan pendidikan ilmu-ilmu agama
Islam dan mewujudkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
-
Sekolah
Sekolah sudah ada sejak
masa penjajahan Belanda, yaitu pada abad ke-17. Namun, pada sekolah Belanda
tersebut tidak diajarkan pendidikan agama. Pada tahun 1946, pemerintah
melakukan kerjasama antara Departemen Agama (DEPAG), dan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan (DEPDIKBUD) guna terlaksananya pendidikan agama di sekolah.
-
Madrasah
Madrasah baru dikenal
oleh masyarakat popular pada abad ke-20. Kehadiran Madrasah dilatar belakangi
oleh munculnya semangat pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.
-
Sekolah-sekolah dinas
-
Pendidikan Islam tinggi
Masyumi (Majlis Syuro
Muslim) merupakan lembaga terbesar Islam.
b. Malaysia
Sebagian besar orang melayu bekerja
di sector politik (pemerintahan), sedangkan orang-orang China pada saat itu
menjalankan roda perekonomian (perdagangan).
Pada tahun 1982 dibuka perguruan
tinggi Islam resmi di Malaysia dan pada tahun 1983 diberikan pengajaran yang
berkaitan dengan kebudayaan dan peradaban Islam di semua sekolah-sekolah resmi
dan tidak resmi. Juga dilipatgandakan aktivitas dan kegiatan dalam surat kabar,
pendidikan dan dakwah untuk menyebarluaskan pengetahuan-pengetahuan tentang
agama Islam.[11]
Di Malaysia juga terdapat lembaga
dinas yang disebut dengan Lembaga Penasehat Penyelarasan Pelajaran dan
Pendidikan Agama Islam yang dibentuk oleh Datuk Musa Hitam, dengan tujuan
peningkatan mutu pelajaran dan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah agama.[12]
c. Singapura
Lembaga-lembaga yang ada di Singapura :
-
Madrasah sepenuh masa,
yaitu lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu pendidikan agama dan ilmu
pengetahuan umum. Dari sekian banyak madrasah di Singapura, sampai saat ini
hanya tertinggal enam madrasah saja, yaitu : madrasah Alsagaff (1912),
Al-Arabiah (1925), Al-Juneid (1927), Al-Ma’arif (1936), Al-Irsyad (1947), dan
Wak Tanjung (1955).
-
Madrasah separuh masa,
disebut juga dengan pendidikan nonformal dan hanya mengajarkan pendidikan agama
saja.
D.
Perkembangan
Keagamaan dan Peradaban
Islam
yang masuk di Asia Tenggara tidak hanya satu aliran, melainkan banyak aliran
yang diantaranya yaitu, aliran kalam, aliran fiqih, tasawuf dan dan tarekat
yang telah dikembangkan oleh ulama sebelumnya. Berbagai aliran di atas
menyebabkan beberapa kecenderungan diantaranya, golongen tradisional yang
mengikatkan diri pada mazhab tertentu, dan golongan yang modernis yang
menganggap kemunduran Islam karena pelajaran Islam yang sudah tidak murni lagi[13]. Berbagai pembaharuan dilakukan oleh para
ulama modernis di berbagai Negara.
Sebagaimana
telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak
terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh
mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan
budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam
dan etos kerja yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan. Namun dari
masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari
kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan
tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam melibatkan
seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca al-Qur’an
dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan
dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao. Bahasa-bahasa lokal
diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa Arab. Bahasa Melayu secara khusus
dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di Asia Tenggara dan menjadi media
pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya peran yang penting bagi pemersatu
seluruh wilayah itu. Sejumlah karya bermutu di bidang teologi, hukum, sastra
dan sejarah, segera bermunculan. Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai,
Malaka dan Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi
daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru wilayah ini. System pendidikan
Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau Surau menjadi
lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti pesantren di Jawa dan
pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat
pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang mendahului
kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke Tanah Suci di
selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan intelektual
dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari itu arus imigrasi
masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras. Di bawah bimbingan para ulama
Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan ulama-ulama pribumi yang
segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini. Semua perkembangan bisa
dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang
unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam,
pandangan hidup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk dalam pemikiran
para ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi Islam, atau
paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam muncul
sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka. Namun
fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga melahirkan perasaan
akan perbedaan identitas politik diantara penduduk yang telah di Islamkan.
ANALISIS
KRITIS
Masuknya
peradaban Islam di Asia Tenggara dengan cara yang beragam dan melalui banyak
jalur. Banyak hal yang dilakukan oleh para penyebar Islam demi terselarasnya
Islam di mata masyarakat. Setelah Islam berkembang banyak lembaga-lembaga Islam
yang bermunculan, seperti sekolah-sekolah agama, madrasah, pesantren, sampai
pergruruan-perguruan tinggi Islam lainnya. Dan lembaga-lembaga itu masih banyak
yang aktif sampai sekarang.
Tujuan
dari bermunculannya lembaga-lembaga social dan politik tidak lain yaitu untuk
mempertahankan agama Islam, dengan cara pendidikan yang kemudian terus menerus
diajarkan pada generasi-generasi baru.
Dan tidak bisa dipungkiri bahwa berkembangnya Islam
di Asia Tenggara antara lain juga dipengaruhi oleh adanya kepentingan politik
baik dari individu ataupun kelompok.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Islamisasi di Asia Tenggara dimulai sejak dunia Islam
melakukan hubungan hubungan baik dengan kerajaan- kerajaan di Asia Tenggara.
·
Azyumardi Azra
mengatakan bahwa perkembangan Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap: (1)
Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India dan Persia di
sekitar pelabuhan (terbatas). (2) Sejak datang dan berkuasanya Belanda di
Indonesia, Inggris di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Pilipina, sampai abad
XIX M. (3) Tahap Liberalisasi kebijakan pemerintahan kolonial, terutama Belanda
di Indonesia. Pada tahap ini, proses Islamisasi di Asia Tenggara sampai
bentuknya seperti sekarang ini.
·
Dalam bidang politik,
agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi
pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam
kehidupan politik maupun ekonomi.
B.
Rekomendasi
Dalam makalah ini, tentu saja dalam pembuatan serta
penyusunannya banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki, baik dari dimensi
tulisan maupun dimensi pembahasannya. Karena Kami sadar bahwa tiada manusia
yang sempurna, begitupun dengan makalah ini. Maka dari itu, Kami berharap
semoga para pembaca bisa memberikan kritik, saran, beserta tambahan untuk
makalah ini, sehingga menjadi lebih luas.
Kemudian daripada itu, semoga diskusi yang akan datang lebih baik dari
sekarang, karena apabila hari ini sama dengan hari kemarin berarti termasuk
orang yang rugi. Maka, berusaha untuk lebih baik dari yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Haddad,
Al-habib Alwi bin Thahir. Sejarah
Masuknya Islam di Timur Jauh. Jakarta : Lentera Basritama. 2001
Supriyadi,
Dedi. Sejarah Peradaban Islam. 2008
Mubarok,
Jaih. Sejararah Peradaban Islam (Sebuah Pengantar). Bandung
: Pustaka Bani Quraisy. 2004
Daulay,
Haidar Putra. Dinamika Islam di Asia Tenggara. Jakarta : Rineka Cipta. 2009
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyyah II. Jakarta : Raja Grafindo. 2008
BIODATA
PENULIS
Nama :Umul Khafidhoh
Tempat,
tanggal lahir :
Asal
sekolah :
Alamat :
No
HP/telp :
Nama : Musni Wulandari
Tempat,
tanggal lahir : Cirebon, 15 Maret 1992
Asal
sekolah : MA. Mafatihul
Huda
Alamat : Blok Makam Dawa 07/02
Desa Getasan
No
HP/telp :
087729681972/089660705942
Nama :Muhandani Gifari
Razoni
Tempat,
tanggal lahir : Cirebon, 23 Maret 1993
Asal
sekolah :
Alamat :BTN Kedung Bunder Blok
B5 No. 12A 04/07
Kec.
Gempol-Kab. Cirebon
No
HP/telp :
089664233882/087829071101
Nama : Yusuf Saputra
Tempat,
tanggal lahir :
Asal
sekolah :
Alamat :
No
HP/telp :
Nama :Nuralimin Sajjadi
Tempat,
tanggal lahir :
Asal
sekolah :
Alamat :
No
HP/telp :
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyyah
II, Jakarta : Raja Grafindo, 2008, hlm. 5
[2] Azyumardi Azra.
Renaisans Islam Asia Tenggara. 1999. Bandung : Remaja RosdaKarya. Hlm :31-32
[10] Haidar Putra Daulay, Dinamika Islam di Asia Tenggara, Jakarta
: Rineka Cipta, 2009, hlm. 13-14
[11] Al-habib Alwi bin
Thahir Al-Haddad, Sejarah Masuknya Islam
di Timur Jauh, Jakarta : Lentera Basritama, hlm. 121
[12] Haidar Putra Daulay, Op. Cit, hlm.63
Label: Metodologi Islam
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda