Senin, 01 April 2013

Komponen-Komponen Kurikulum


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kurikulum merupakan bagian penting dalam dunia pendidikan. Kurikulum merupakan suatu pedoman dalam merencanakan pembelajaran, kurikulum juga dijadikan sebagai acuan pendidikan baik oleh pengelola maupun oleh penyelenggara pendidikan. Pendidikan di Indonesia tidak akan berjalan tanpa adanya kurikulum, karena proses pembelajaran yang berlangsung pada pendidikan bergantung dan berpedoman pada kurikulum tersebut.
Kemajuan dalam dunia global, khususnya dunia pendidikan mengharuskan adanya suatu sistem pendidikan yang dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan di dunia pendidikannya itu sendiri. Kurikulum yang menjadi pedoman bagi sistem pendidikan pun harus dapat lebih baik dan dapat memajukan pendidikan di Indonesia.
Penyebab dari kemunduran dalam pendidikan beberapa tahun terakhir ini salah satunya di sebabkan karena kurikulum yang mungkin sudah sesuai namun tidak didukung oleh komponen – komponen di dalamnya. Setiap satuan pendidikan yang harus dapat mengimplementasikan kurikulum ini juga bisa di jadikan sebagai salah satu sebab dari gambaran kemunduran di dunia pendidikan.
            Komponen – komponen yang ada dalam kurikulum merupakan hal yang penting dan tanpa ada komponen tersebut maka kurikulum tersebut tidak dapat berjalan. Lalu apa saja komponen-komponen dalam kurikulum tersebut? Serta seberapa berpengaruhnya komponen kurikulum terhadap penetapan kurikulum saat ini.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Kurikulum ?
2.      Apa saja Komponen-komponen kurikulum?
3.      Jelaskan Komponen-komponen yang ada dalam kurikulum?


C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Kurikulum.
2.      Untuk mengetahui Komponen-komponen kurikulum.
3.      Untuk mengetahui secara jelas dan mendalam tentang komponen-komponen yang ada dalam kurikulum.


BAB II
PEMBAHASAN
KOMPONEN – KOMPONEN KURIKULUM

            Komponen – komponen dalam kurikulum sangat mempengaruhi kualitas dari kurikulum tersebut. Berikut ini akan di jelaskan beberapa komponen – komponen kurikulum menurut para ahli dari berbagai sumber :
Dalam buku "Belajar dan Pembelajaran" karangan Dr.Dimyati dan Drs. Mudjiono terdapat empat komponen kurikulum yang terdiri-dari, tujuan, materi/ pengalaman belajar, organisasi dan evaluasi. Sedangkan menurut Akhmad Sudrajat kurikulum mempunyai lima komponen penting yaitu Tujuan, materi, strategi pembelajaran, organisasi kurikulum, dan evaluasi. Berikut akan di jelaskan beberapa komponen – komponen penting dalam kurikulum :
A.    Tujuan
Tujuan dalam kurikulum dijadikan sebagai acuan atau arahan dari segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran disekolah dapat diukur dari seberapa jauh dan seberapa banyak pencapaian tujuan – tujuan tersebut. Ada dua tujuan yang terdapat dalam sebuah kurikulum sekolah, yaitu sebagai berikut :
a.      Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan
Tujuan ini biasanya meliputi aspek – aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai – nilai yang di harapkan oleh para lulusan sekolah yang bersangkutan. Oleh karena itu tujuan ini disebut sebagai tujuan institusional atau tujuan kelembagaan.
b.      Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang study
Baik tujuan kurikulum maupun tujuan instruksional juga mencakup asepek – aspek  pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diharapkan dimiliki anak setelah mempelajari setiap bidang study dan pokok bahasan dala proses pengajaran.[1]
Sedangkan Tujuan dari pendidikan itu sendiri menurut Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
  1. Autonomy; gives individuals and groups the maximum awarenes, knowledge, and ability so that they can manage their personal and collective life to the greatest possible extent.
  2. Equity; enable all citizens to participate in cultural and economic life by coverring them an equal basic education.
  3. Survival ; permit every nation to transmit and enrich its cultural heritage over the generation but also guide education towards mutual understanding and towards what has become a worldwide realization of common destiny.)
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan kedalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
  1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
  2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.[2]
Mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :
  1. Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat diajak bekerja sama.
  2. Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons.
  3. Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b) kondisi atau lingkungan psikologis.
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat penting. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya. Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya.
Saling hubungan diantara faktor-faktor dengan
Filsafat pengembangan kurikulum

 


B.     Materi (isi) Pembelajaran
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan.  Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang study yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang study tersebut.
Isi program suatu bidang yang diajarkan sebenarnya adalah isi kurikulum itu sendiri, atau ada juga yang menyebutnya sebagai silabus. Silabuis biasanya dijabarkan kedalam bentuk pokok bahasan dan sub pokok bahasan, serta uraian bahan pelajaran. Uraian bahan pelajaran ini yang dijadikan dasar pengambilan bahan dalam setiap kegiatan belajar mengajar dikelas oleh pihak guru. Pengambilan pokok bahasan dan sub pokok bahasan di dasarkan pada tujuan intruksional.[3]
Materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
  1. Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
  2. Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
  3. Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
  4. Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
  5. Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
  6. Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
  7. Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
  8. Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
  9. Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
  10. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif. Jika dilihat dari filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran. Misalnya pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik.  Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam.
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, penentuan materi pembelajaran dan silabus diserahkan sepenuhnya kepada setiap satuan pendidikan, khususnya bagi yang sudah mampu melakukannya. Oleh karena itu setiap satuan pendidikan diberi kebebasan dan keleluasaan dalam mengembangkan silabus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing.[4]
C.    Strategi Pembelajaran
Masalah strategi pelaksanaan dapat dilihat dalam cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaran, penilaian, bimbingan dan konseling, pengaturan kegiatan sekolah secara keseluruhan, pemilihan metode pengajaran, alat atau media pengajaran, dan sebagainya.[5]
Strategi pembelajaran adalah pola umum untuk mewujudkan proses belajar mengajar. Secara operasional strategi pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh dosen (pengajar) untuk memberikan kemudahan bagi siswa (peserta didik) melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembalajaran. Suatu strategi pembelajaran meruoakan suatu sistem menyeluruh yang terdiri dari lima variabel yakni tujuan pembelajaran, materi pelajaran, metode dan tekhnik mengajar, siswa/mahasiswa, guru/tenaga kependidikan lainnya, dan logistik/unsur penunjang.[6]
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaan, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbiungan dan mengatur kegiatan, baik yang secara umum berlaku maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran.
Strategi pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan disekolah. Kurikulum merupakan rencana, ide, harapan, yang harus diwujudkan secara nyata disekolah, sehingga mampu mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum yang baik tidak akan mencapai hasil yang maksimal, jika pelaksanaannya menghasilkan sesuatu yang baik bagi anak didik. Komponen strategi pelaksanaan kurikulum meliputi pengajaran, penilaian, bimbingan dan penyuluhan dan pengaturan kegiatan sekolah.[7]
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
 Dilihat dari penjelasan mengenai strategi pembelajaran diatas, mungkin strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru merupakan salah satu factor yang dapat menghadapi berbagai permasalahan yang ada di Indodesia salah satu permasalahan yang dihadapi adalah pendidikan.
Pemerataan pendidikan yang terlihat dengan meningkatnya jumlah warga masyarakat yang terlibat dalam kegiatan persekolahan merupakan hasil nyata pembangunan pendidikan pada 25 tahun pertama pebangunan Nasional. Namun peningkatan kuantitas tersebut masih harus diimbangi dengan hasil nyata dari meningkatkan mutu proses maupun mutu hasil pendidikan.
Pada masa pembangunan nasional tahap kedua beragam permasalahan akan dihadapi oleh bangsa Indonesia, baik yang berasal dari warisan permasalahan saat ini maupun maupun permasalahan bar sebagai dampak dari melesatnya iptek. Sangat wajar bila banyak harapan ditumpukan pada sector pendidikan (termasuk pada sector pendidikan tinggi) agar mampu memberikan sesuatu yzng dapat mengantisipasi dan masalah hidup dan kehidupan bangsa di masa itu.
Sementara itu berbagai masalah dan kendala dihadapi pendidikan tinggi di saat ini dan beberapa diantaranya akan tetap menjadi permasalahan di masa dating. Namun sudah waktunya pendidikan tinggi membuat berbagai inofasi. Ia (pendidikan tinggi) harus lebih mengacu pada mutu, mampu menempatkan diri dalam masyarakat, menjadi bagian darinya dengan itu ia mampu berdiri sendiri (otonom). Ia harus memprioritaskan pada upaya-upaya untuk menciptakan kondisi lingkungan pendidikan yang merangsang tumbuhnya kemampuan dan kemauan mahasiswa dan dosen untuk terus menerus membelajarkan diri sendiri dalam meningkatkan mutu mereka sebagai daya manusia. Karena kata kunci untuk menjawab tantangan masa dating adalah peningkatan sumber daya manusia dan perguruan tinggi dengan misinya khusus dituntut untuk mempu memikul tanggung jawab itu.
Sehingga dalam hal ini strategi dalam pembelajaran memainkan peran yang sangat penting. Karena secara tidak langsung ia (strategi pembelajaran) sangat berpengaruh dalam menghdapi permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh bangsa Indonesia.[8]
D.    Komponen Media
Media merupakan sarana perantara dalam pengajaran. Media merupakan perantara untukmenjabarkan isi kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pemakaian media dalam pengajaran secara tepat terhadap pokok bahasan yang disajikan kepada peserta didik akan mempermudah peserta didik dalam menaggapi, memahami isi sajian guru dalam pengajaran. Dengan perkataan lain, ketepatan pemilihan media yang digunakan guru akan membantu kelancaran dalam pencapaian tujuan pengajaran.
E.     Komponen Proses Belajar-Mengajar
Komponen ini sangat penting dalam system pengajaran, sebab diharapkan melalui proses belajar-mengajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik . Keberhasilan pelaksanaan proses belajar-mengajar merupakan indicator keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Oleh karena itu, dalam proses belajar-mengajar guru dituntut untuk menciptakan suasana pengajaran yang kondusif, sehingga memungkinkan dan mendorong peserta didik untuk secara leluasa mengembangkan kreativitasnya dengan bantuan guru.
 

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kurikulum merupakan sesuatu yang dijadikan suatu alat untuk mencapai tujuan dalam pendidikan, yang meliputi perencanan atau pengaturan tentang bahan, isi, Alokasi Waktu dan Tujuan sebagai proses pendidikan. Dan kurikulum tersebut  dijadikan pedoman dalam pembelajaran.
Untuk mencapai tujuan dari pendidikan dengan melewati jalur kurikulum tentunya ada beberapa yang harus dipahami mengenai kurikulum yaitu komponen-kompenen dalam kurikulum. diantaranya yaitu komponen tujuan, komponen isi atau materi pembelajaran, komponen strategi pembelajaran, komponen media dan komponen proses belajar-mengajar.

B.     Saran
Dalam penyusunan makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Menurut pepatah pengalaman adalah guru yang paling baik, untuk itu penulis masih dalam penjajahan pengalaman terutama dalam masa pembelajaran yang masih rentan dengan kesalahan. Dari kesalahan tersebut penulis mulai belajar akan berartinya suatu pengalaman. Sehingga penulis harap saran-sarannya dari pembaca demi keadaan yang lebih baik dari yang sekarang.

DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyanto, Burhan. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: BPFE
Mulyasa.2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosdaya
Syarif , Hamid. 1993. Pengembanagan kurikulum. Pasuruan: garoeda buana indah
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II. 1994. Kurikulum untuk abad ke-2. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Hamalik, Oemar.2007. Manajemen pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset
Sukmadinata,  Nana S. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2012. Pengembangan kurikuum teori dan praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


[1] Burhan Nurgiyanto, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, BPFE Yogyakarta, hal.10
[2] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/komponen-komponen-kurikulum/
[3] Burhan Nurgiyanto, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, BPFE Yogyakarta, hal.10
[4] Dr.E mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,Rosdaya,Bandung,Hal.191
[5] Burhan Nurgiyanto, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, BPFE Yogyakarta, hal.11
[6] Oemar Hamalik, manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Rosda, hal.162
[7] Hamid syarif. Pengembanagan kurikulum Pasuruan: garoeda buana indah, 1993
[8]  Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II. Kurikulum untuk abad ke-2. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1994

Label:


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata arab “Al-Hadharah Al-Islamiyyah”. Kata ini sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan Islam. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Pembahasan sejarah peradaban Islam yang sangat panjang dan luas (khususnya di Asia Tenggara) tidak bisa dilepaskan dari pembahasan sejarah perkembangan politiknya[1]. Bukan saja karena persoalan-persoalan politik sangat menentukan perkembangan aspek-aspek peradaban tertentu, tetapi karena system politik dan dunia sejarah Islam masih sangat terpengaruh oleh kajian sejarah dunia Islam yang konvensional. Akan tetapi, perkembangan Islam di Asia Tenggara tumbuh dan berkembang secara damai melalui dunia perdagangan.

B.     Rumusan Masalah
Peradaban Islam pada umumnya merupakan peradaban yang defensive pada masa saintifik-teknologi dan industrial yang pada saat ini semakin mencapai tingkat yang tidak pernah dibayangkan oleh orang sebelumnya. Dari situlah muncul beberapa pertanyaan yang menarik untuk dibahas. Pertanyaan-pertanyaan itu, yaitu :
A.    Bagaimana proses islamisasi di Asia Tenggara ?
B.     Daerah-daerah mana saja yang menjadi pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara ?
C.     Apa saja pengaruh peradaban Islam terhadap pertumbuhan lembaga social dan lembaga politik di Asia Tenggara ?
D.    Bagaimana perkembangan keagamaan dan peradaban setelah Islam masuk ke Asia Tenggara ?



C.    Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembahasan ini antara lain, untuk mengetahui :
A.    Proses islamisasi di Asia Tenggara,
B.     Beberapa pusat penyebaran agama Islam di Asia Tenggara,
C.     Pertumbuhan lembaga social dan politik setelah Islam masuk ke Asia Tenggara,
D.    Perkembangan keagamaan dan peradaban Islam di Asia Tenggara.


















PEMBAHASAN

A.    Proses Islamisasi
1.      Teori  Masuknya Islam di Asia Tenggara
Mengenai tempat asal datangnya Islam di Asia Tenggara, sedikitnya ada tiga teori, yaitu :
a.       Pertama, menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab, atau tepatnya dari Hadramaut. Teori ini dikemukakan oleh Crawfud (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), De Hollander (1861), dan Veth (1878). Crawfud menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab, meskipun ia menyebut adanya hubungan dengan orang-orang ”Mohammedan” di India Timur. Keyzer beranggapan bahwa Islam dari Mesir yang bermazhab Syafi’I, sama seperti yang dianut oleh kaum muslimin di Nusantara pada umumnya. Niemann  dan De Hollander menyatakan bahwa Islam datang dari Hadramaut bkan dari Mesir, sebab kaum  muslim Hadramaut adalah pengikut mazhab Syafi’I seperti kaum muslim Nusantara.
b.      Kedua, mengatakan bahwa Islam datang dari India pertama kali dikemukakan oleh Pijnapel (1872). Menurutnya , orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’I dari Gujarat dan Malabar di India yang membawa Islam ke Asia Tenggara melalui perdagangan.
c.       Ketiga, menurut Fatimi, Islam datang dari Benggali (Bangladesh). Ia mengutip keterangan dari  Tome Pures yang mengungkapkan bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang Benggali atau keturunan mereka.[2]
2.      Proses Islamisasi
Terdapat tiga hal yang diperdebatkan oleh ulama mengenai datangnya Islam ke Indonesia: waktu datang, penyebar dan daerah asal penyebar.
Azyumardi Azra mengatakan bahwa perkembangan Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap:
1.      Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India dan Persia di sekitar pelabuhan (terbatas). Pada tahap ini, para  ulama yang juga merangkap sebagai pedagang memiliki peran besar dalam penyebaran Islam. Di samping itu, penyebaran Islam dalam tahap ini sangat diwarnai oleh aspek mistik Islam (tasauf). Meskipun demikian, tidak berarti syari’at atau fikih diabaikan sekali. Tahap pertama ini berlangsung  hingga Majapahit runtuh (abad XV M).
2.      Sejak datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Pilipina, sampai abad XIX M
3.      Tahap Liberalisasi kebijakan pemerintahan kolonial, terutama Belanda di Indonesia. Pada tahap ini, proses Islamisasi di Asia Tenggara sampai bentuknya seperti sekarang ini.
Islamisasi  di Asia Tenggara dimulai sejak dunia Islam melakukan hubungan  hubungan baik  dengan kerajaan- kerajaan di Asia Tenggara. Meskipun masih diperdebatkan. I’Tsing yang pernah berkunjung ke Sriwijaya palembang (671 M) menjelaskan bahwa Sriwijaya sudah menjalin hubungan  dengan Khalifah Mu’awiyah Bin Abi Sufyan (661 M) dan khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz (717-720 M). Selanjutnya ia menjelaskan bahwa jalinan hubungan  tidak semata menyangkut bidang perdagangan , tetapi juga bidang politik dan diplomatik.
K.N. Sofyan Hasan dan Warkum Sumitro(1994) menyederhanakan perdebatan mengenai kedatangan Islam Nusantara. Menurutnya, sejarawan terbagi menjadi dua kelompok dalam menjelaskan asal-usul Islam di Nusantara. (termasuk Indonesia).
1.      Husin Jayadiningrat dan Cristien Snouck Hurgronje (Ahli hukum dari Belanda) berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara pada Abad XIII yang dibawa oleh para da’i dan pedagang dari Persia melalui India. Argumentasinya adalah:
a.       Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah Samudera Pasai di Aceh Utara (Lhoksemawe). Nama samudera pasai berasal dari kata Persia;[3]
b.      Mistik yang diajarkan di Indonesia sama dengan mistik yang al- Hallaj dengan Syekh Siti Jenar;
c.        Cara membaca al-Qur’an di Indonesia sama dengan cara menbaca Al-Qur’an di Persia.
2.      Hamka dan W.P. Goenevelt berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara langsung dari Arab (Mesir) tidak melalui Persia dan India. Alasannya adalah:
a.       Madzhab yang dianut oleh kerajaan Islam Pasai pada waktu itu adalah Madzhab Syafi’i, dan madzhab itu berasal dari Mekkah.
b.      Gelar-gelar raja Pasai yang dipakai pada waktu itu adalah gelar raja-raja Mesir.
Pada Tanggal 7 Maret 1963 di Medan diadakan seminar tentang masuknya Islam di Indonesia dengan kesimpulan:
a.       Islam masuk ke Indonesia pada abad VII M langsung dari Arab
b.      Daerah pertama yang didatangi Islam adalah Pesisir Sumatera dan Kerajaan Islam pertama adalah Samudera Pasai.
c.       Pada awalnya, Islam disebarkan oleh orang asing yang beragama Islam, pada tahap berikutnya, umat Islam Indonesia turut aktif dalam penyebaran Islam.
d.      Mubalig (penyebar Islam) merangkap sebagai pedagang.
e.       Islamisasi dilakukan dengan cara damai, dan
f.       kedatagan Islam mendorong lahirnya peradaban bangsa Indonesia.[4]
B.     PUSAT-PUSAT PENYEBARAN ISLAM DI ASIA TENGGARA.
Sebelum Islam datang , Indonesia  telah berkuasa kerajaan-kerajaan  Hindu dan Budha. Diantaranya, ada kerajaan Bahari terbesar yang  menguasai dan mengendalikan pulau-pulau di Nusantara, yaitu Kerajaan Sriwijaya di sekitar Palembang, Sumatera Selatan Singasari, selanjutnya yaitu Majapahit.
Pada abad ke-7, Islam belum menyebar luas secara merata ke seluruh penjuru Nusantara, karena pengaruh agama Budha masih memegang peranan di Kerajaan Sriwijaya, terutama dalam kehidupan Sosial, politik, perekonomian dan kebudayaan. Pada Awal abad ke-13 M, kerajaan ini memasuki masa kemunduran. Dalam kondisi seperti ini, pedagang-pedagang muslim  memanfaatkan politiknya dengan mendukung daerah-daerah yang muncul dan menyatakan diri sebagai kerajaan yang bercorak Islam. Mereka tidak hanya  membangun perkampungan pedagang yang bersifat ekonomis, tetapi juga membentuk struktur pemerintahan yang dikehendaki.
Sementara itu di kerajaan Majapahit setelah Patih Gajah Mada meninggal dunia (1364 M), dan Hayam Wuruk (1389 M), situasi politik Majapahit goncang dan terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana. Bersamaan dengan melemahnya Majapahit, Islam di Jawa  mendapatkan posisi yang menguntungkan sehingga di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus,  Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai keraton pusat.
Uraian di atas menunjukkan bahwa cikal-bakal kekuasaan Islam sudah dirintis sejak abad ke-7 M. Tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni Maritim Sriwijaya  yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu Jawa, seperti kerajaan Medang, Kediri, Singasari, dan Majapahit di Jawa Timur. Kemudian Islam menempati struktur pemerintahan ketika komunitas muslim sudah kuat yang bersamaan dengan suramnya kondisi politik kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha.
Islam sebagai agama yang memberikan corak kultur bangsa Indonesia dan sebagai kekuatan politik yang menguasai struktur pemerintahan sebelum datangnya Belanda dapat dilihat dari munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara ini, antara lain di Sumater, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. [5]
1.      Islam Sumatera
Ada tiga Kerajan Islam terkenal di Sumatera yang telah memosisikan Islam sebagai agama dan sebagai kekuatan politik yang mewarnai corak sosial budayanya, yaitu Perlak, Pasai, dan Aceh.
Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Sumatera Utara yang berkuasa pada tahun 225-692 M. Dengan Raja pertamanya Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah (225-249 H. / 840-864 M).  Hal ini sesuai dengan berita Marcopolo ( pengembara Itali yang tiba di Sumatera) yang menyatakan bahwa pada masa itu (abad ke-8 M), Sumatera terbagi menjadi delapan buah kerajaan yang semuanya menyembah berhala, kecuali sebuah saja, yaitu Perlak yang berpegang pada Islam. Hal ini karena ia selalu didatangi pedagang-pedagang Saracen (muslimin) yang menjadikan penduduk bandar ini memeluk undang-undang Muhammad (undang-undang Islam).
Sistem pemerintahan yang diterapkan oleh kerajaan Islam Perlak pada dasarnya mengikuti sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh Daulah Abbasiyah (750-1258 M), yaitu kepala pemerintahan / kepala badan eksekutif dipegang oleh sultan dengan dibantu olleh beberapa wazir, yaitu Wazir As-Siyasah (bidang politik); Wazir Al-Harb ( bidang keamanan/pertahanan); Wazir Al-Maktabah (bidang administrasi negara);Wazir Al-Iqtishad (bidang ekonomi dan keuangan); dan Wazir Al-Hukkam (bidang kehakiman). Selain itu, sebagai penasihat pemerintah yang bertugas  mendampingi sultan dan wazirnya, dibentuk sebuah lembaga yang disebut Majelis Fatwa di bawah pimpinan seorang ulama yang berpangkat Mufti.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa Islam, baik sebagai kekuatan sosial agama maupun sebagai kekuatan sosial-politik, pertama-tama memperlihatkan dirinya di Nusantara ini adalah di Negeri Perlak. Dari negeri inilah, pertama kalinya Islam memancar ke pelosok tanah air Indonesia. Kerajaan Islam Perlak terus hidup merdeka sampai dipersatukannya dengan kerajaan Samudera Pasai pada zaman pemerintahan Sultan Muhammad Malik Ad-Dzahir Ibn Al-Malik Ash-Shaleh (688-1254 H / 1289-1326 M).[6]
Sultan Al-Malikal-Shaleh (1297 M) adalah raja pertama dari kerJN Smudera. Beliau kemudian menikah dengan puteri raja Perlak dan memiliki dua anak. Oleh karena itu, dua kerajaan ini kemudian digabung menjadi kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini bertahan lama sampai ditundukkan oleh Portugis (1521 M).
Para pedagang muslim mengislamkan penduduk urban; sedangkan di daerah pedalaman tetap melanjutkan tradisi lama mereka. Cerita tentang kerajaan ini terdapat dalam sejumlah literatur berdasarkan perjalanan Marco Polo, Ibn Bathuthah, dan Fe-Hien (dari Cina).[7] Kerajaan Samudera pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. Dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayatsyah. Selanjutnya, kerajaan Samudera Pasai berada dibawah Pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.  Ali Mughayatsyah (1514-1530 M) telah banyak berjasa dalam berbagai aspek keislaman.
a.       Dalam bidang politik, sultan berupaya menghadang penjajah Portugis Kristiani dengan memprakarsai negara Islam bersatu, yaitu menyatukan tenaga politik Islam di dalam sebuah negara yang kuat dan berdaulat yang diberi nama “Aceh Besar” (1514).
b.      Dalam bidang pemerintahan, baginda raja telah meletakkan Islam sebagai asas kenegaraaan, bahkan beliau melarang orang-orang bukan Islam untuk memangku jabatan kenegaraan atau meneruskan jabatannya.
c.       Dalam bidang dakwah, dibangun pusat Islam yang megah, dihimpun para ulama dari juru dakwah, serta menyuruh jihad memerangi penyembah berhala dan syirik. Pada masa Sultan Alauddin Ri’ayat Syah (abad ke-16), Aceh dikenal sebagai negara Islam yang perkasa dan menjadi pusat penyebaran Islam yang yang besar di Nusantara.
d.      Dalam bidang hukum, syari’at Islam ditegakkan , bahkan raja telah menghukum mati anaknya karena kezaliman dan jinayat (pidana). Dari Pasai dan Aceh, Islam memancar keseluruh pelosok Nusantara yang terjangkau oleh para juru dakwahnya.
2.      Islam di Jawa
Ahli-ahli sejarah tampaknya sependapat bahwa penyebar Islam di Jawa adalah para Wali Songo. Mereka tidak hanya berkausa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga  dalam hal pemerintaha dan politik. Bahkan , sering kali seorang raja seakan-akan baru sah sebagai raja kalau ia sudah diakui dan diberkahi oleh Wali Songo.
 Islam telah tersebar di pulau Jawa, paling tidak sejak Malik Ibrahim dan Maulana Ishak yang bergelar Syaikh Awal Al-Islam diutus sebagai juru dakwah oleh Raja Samudera, Sultan Zainal Abidin Bahiyah Syah (1349-1406) ke Gresik.dalam percaturan politik, Islam mulai memosisikan diri ketika melemahnya kekuasaan Majapahit yang memberi peluang kepada penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah pimpinan sunan Ampel, Wali Songo bersepakat untuk mengangkat Raaden Patah sebagai raja pertama kerajaan Islam Demak, Mataram, Cirebon, dan Banten. Dalam mendirikan negara Islam tersebut, peranan Wali Songo sangat besar. Misalnya Sunan Gunung Djati mendirikan kerajaan Mataram yang pengaruhnya sampai ke Makasar, Ambon, dan Ternate.
Disamping kekuatan politik Islam yang memberi konstribusi besar terhadap perkembangannya, Islam juga hidup di masyarakat dapat memberi dorongan kepada penguasa non-muslim untuk memeluknya. J.C. Van Leur menyebutkan bahwa motivasi bupati pantai utara Jawa memeluk Islam bertujuan untuk mempertahankan kedudukannya. Dengan kata lain, para Bupati telah menjadikan agama Islam sebagai Instrumen Politik untuk memperkuat kedudukannya.
Keterangan ini memberikan gambaran kepada kita bahwa agama Islam di Jawa pada masa kerajaan Islam telah menjadi agama rakyat. Para penguasa / bupati pesisir memeluknya karena tanpa ada konversi agama, tampaknya kedudukan mereka tidak dapat dipertahankan.[8]
3.      Islam di Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi
Pada awal abad ke-16. Islam masuk ke Kalimantan Selatan, yaitu di kerajaan Daha (banjar) yang beragama Hindu. Berkat bantuan Sultan Demak, Trenggono (1521-1546), Raja Daha dan rekyatnya masuk Islam sehingga berdirilah Islam Banjar, dengan Raja pertamanya Pangeran Samuderayang diberi gelar Pangeran Suryanullah atau Suriansah.
Di Kalimantan Timur (Kutai) pada tahun 1575, yaitu Tunggang Parangan mengislamkan raja Mahkota. Sejak baginda raja masuk Islam, terjadilah proses Islamisasi di Kutai terutama oleh putranya, dan pengganti-penggantinya meneruskan perang ke daerah-daerahnya.
Pada abad ke-10 dan ke-11, di Maluku sudah ramai perniagaan rempah-rempah, terutama ceengkeh dan pala yang dilakukan oleh para pedagang Arab dan Persia. Tentunya, pada saat itu telah terjadi sentuhan pedagang muslim dengan rakyat Maluku yang membentuk komunitas Islam. Dengan derasnya gelombang pedagang muslim dan atas ajaka Datuk Maulana Husain, di Ternate, Raja  Gafi Bata menerima Islam dan namanya berganti menjadi Sultan Zaenal Abidin (1465-14860. Di Tidore, datang seorang pendakwah  dari tanah Arab yang bernama Syekh Mansur dan atas ajakannya, Raja Tidore yang bernama  Kolana masuk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Jamaluddin. Di Ambon Islam datang dari Jawa Timur (Gresik) yang berpusat di kota pelabuhan Hitu pada tahun 1500 M. Disaat Islamisasi berlangsung, Portugis melancarkan Kristenisasi di Ternate pada tahun 1522 M. Namun, usahanya tidak banyak berhasil. Pada masa Sultan Baabullah (1570-1583), benteng pertahanan Portugis di Ambon di taklukkan.
Di Sulawesi, Raja Gowa – Tallo, I Mangarangi Maurobia, atas ajakan Datuk Rianang masuk Islam pada tahun 1605 dengan gelar Sultan Alauddin di Talo raja I Malingkoan Daeng Nyonri Kareng Katangka pada tahun yang sama masuk Islam dengan gelar Sultan Abdullah Awal Islam. Setelah itu, Islam tersebar ke Luwu, Waio(1610); Soppengdan Bone (1611).
Berkenaan dengan  proses pembentukan negara atau kerajaan Islam tersebut di atas, menurut Taufik Abdullah, setidak-tidaknya ada tiga pola pembentukan budaya yang tampak dari proses tersebut, yaitu:
1.      Pola Samudera Pasai; akhirnya Samudera Pasai berlangsung melalui perubahan dari negara yang segmenter ke negara  yang terpusat. Kerajaan ini bukan hanya berhadapan dengan golongan-golongan yang belum di tundukkan dan diislamkan dari wilayah pedalaman, tetapi juga harus menyelesaikan pertentangan politik serta pertentangan keluarga yang berkepanjangan. Dalam proses perkembangannya menjadi negara terpusat Samudera Pasai juga menjadi pusat pengajaran agama. Reputasinya sebagai pusat agama terus berlanjut walaupun kemudian kedudukan ekonomi dan politiknya menyusut. Dengan pola ini, Samudera Pasai memiliki “kebebasan budaya” untuk memformulasikan struktur dan sistem kekuasaan yang mencerminkan tentang dirinya.
2.      Pola Sulawesi Selatan; pola islamisasi melalui keraton atau pusat kekuasaan. Proses Islamisasi berlangsung dalam suatu struktur negara yang telah memiliki basis legitimasi geneologis. Konversin agama menunjukkan kemampuan raja. Penguasa terhindar dari penghinaan rakyatnya dalam masalah kenegaraan. Pola ini digunakan di Sulawesi Selatan, Maluku, dan Banjarmasin. Islamisasi di daerah ini tidak memberi landasan bagi pembentukan negara. Islam tidak mengubah  desa menjadi suatu bentuk baru dari organisasi kekuasaan. Konversi agama dijalankan, tetapi pusat kekuasaan telah ada lebih dahulu.
3.      Pola Jawa; di Jawa Islam mendapatkan suatu sistem politik dan struktur kekuasaan yang telah lama mapan. Ketika kekuasaan raja melemah, para saudagar kaya diberbagai kadipaten di wilayah peisir mendapat peluang besar untuk menjauhkan diri dari kekuasaan raja. Mereka tidak hanya masuk Isla, tetapi juga memasuki pusat-pusat politik independen. Setelah keraton besar goyah, keraton-keraton kecil bersaing menggantikan kedudukannya. Ketika abad ke-14 komunitas muslim sudah besar, bersamaan dengan melemahnya Majapahit, Demak tampil menggantikan kedudukannya. Dengan posisi baru ini, Demak tidak saja menjadi pemegang hegemoni politik, tetapi juga menjadi “jembatan penyeberangan” Islam yang paling penting di Jawa. Tidak seperti pola Samudera Pasai, Islam mendorong pembentukan negara yang supradesa, juga tidak seperti Gowa-Talo, keraton kemudian yang diislamkan, di Jawa, Islam tampil sebagai penantang, untuk kemudian mengambil alih kekuasaan yang ada. Jadi, yang tampil adalah suatu dilema kultural dari orang baru di dalam bangunan politik yang lama.[9]

C.    Pertumbuhan Lembaga Sosial dan Lembaga Politik
Masuknya Islam ke Asia Tenggara khususnya daerah-daerah Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Disamping itu, keadaan politik dan social budaya  ketika didatangi Islam  juga berlainan. Pada abad ke-7 sampai ke-10 M, kerajaan Sriwijaya mmeperluas wilayah kekuasaannya ke daerah semenanjung  Malaka sampai Kedah. Datangnya orang-orang muslim ke daerah-daerah itu sama sekali belum memperlihatkan dampak-dampak politik, karena mereka datang  memang hanya untuk usaha pelayaran dan berdagang. Keterlibatan orang-orang muslim dalam dunia politik baru terlihat sejak abad ke-9.
Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi.
a.      Indonesia
Lembaga-lembaga social dan lembaga-lembaga politik di Indonesia, seperti :
-          Masjid (langgar)
 Muncul sejalan dengan terbentuknya masyarakat muslim yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan juga sebagai tempat dilaksanakannya pendidikan bagi orang dewasa dan anak-anak.
-          Pesantren
Banyak pendapat mengemukakan bahwa pertama kali pesantren didirikan pada zaman wali songo, dan sebagai pendirinya yaitu Sunan Maulana Malik Ibrahim. Di Jawa, sebelum Islam masuk sudah dikenal lembaga pendidikan yang disebut pawiyatan. System pawiyatan ini dilakukan oleh Ki Ajar sebagai pengajar (guru) dan cantrik sebagai orang yang diajar (murid)[10]. Adapun cirri-ciri dari pesantren yaitu : mengajarkan pendidikan ilmu-ilmu agama Islam dan mewujudkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
-          Sekolah
Sekolah sudah ada sejak masa penjajahan Belanda, yaitu pada abad ke-17. Namun, pada sekolah Belanda tersebut tidak diajarkan pendidikan agama. Pada tahun 1946, pemerintah melakukan kerjasama antara Departemen Agama (DEPAG), dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (DEPDIKBUD) guna terlaksananya pendidikan agama di sekolah.
-          Madrasah
Madrasah baru dikenal oleh masyarakat popular pada abad ke-20. Kehadiran Madrasah dilatar belakangi oleh munculnya semangat pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.
-          Sekolah-sekolah dinas
-          Pendidikan Islam tinggi
Masyumi (Majlis Syuro Muslim) merupakan lembaga terbesar Islam.
b.      Malaysia
Sebagian besar orang melayu bekerja di sector politik (pemerintahan), sedangkan orang-orang China pada saat itu menjalankan roda perekonomian (perdagangan).
Pada tahun 1982 dibuka perguruan tinggi Islam resmi di Malaysia dan pada tahun 1983 diberikan pengajaran yang berkaitan dengan kebudayaan dan peradaban Islam di semua sekolah-sekolah resmi dan tidak resmi. Juga dilipatgandakan aktivitas dan kegiatan dalam surat kabar, pendidikan dan dakwah untuk menyebarluaskan pengetahuan-pengetahuan tentang agama Islam.[11]
Di Malaysia juga terdapat lembaga dinas yang disebut dengan Lembaga Penasehat Penyelarasan Pelajaran dan Pendidikan Agama Islam yang dibentuk oleh Datuk Musa Hitam, dengan tujuan peningkatan mutu pelajaran dan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah agama.[12]
c.       Singapura
      Lembaga-lembaga yang ada di Singapura :
-          Madrasah sepenuh masa, yaitu lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu pendidikan agama dan ilmu pengetahuan umum. Dari sekian banyak madrasah di Singapura, sampai saat ini hanya tertinggal enam madrasah saja, yaitu : madrasah Alsagaff (1912), Al-Arabiah (1925), Al-Juneid (1927), Al-Ma’arif (1936), Al-Irsyad (1947), dan Wak Tanjung (1955).
-          Madrasah separuh masa, disebut juga dengan pendidikan nonformal dan hanya mengajarkan pendidikan agama saja.
D.    Perkembangan Keagamaan dan Peradaban
Islam yang masuk di Asia Tenggara tidak hanya satu aliran, melainkan banyak aliran yang diantaranya yaitu, aliran kalam, aliran fiqih, tasawuf dan dan tarekat yang telah dikembangkan oleh ulama sebelumnya. Berbagai aliran di atas menyebabkan beberapa kecenderungan diantaranya, golongen tradisional yang mengikatkan diri pada mazhab tertentu, dan golongan yang modernis yang menganggap kemunduran Islam karena pelajaran Islam yang sudah tidak murni lagi[13].  Berbagai pembaharuan dilakukan oleh para ulama modernis di berbagai Negara.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam dan etos kerja yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan. Namun dari masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca al-Qur’an dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao. Bahasa-bahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa Arab. Bahasa Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di Asia Tenggara dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya peran yang penting bagi pemersatu seluruh wilayah itu. Sejumlah karya bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan. Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru wilayah ini. System pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang mendahului kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke Tanah Suci di selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras. Di bawah bimbingan para ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan ulama-ulama pribumi yang segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini. Semua perkembangan bisa dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam, pandangan hidup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk dalam pemikiran para ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi Islam, atau paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam muncul sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka. Namun fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga melahirkan perasaan akan perbedaan identitas politik diantara penduduk yang telah di Islamkan.


























ANALISIS KRITIS

Masuknya peradaban Islam di Asia Tenggara dengan cara yang beragam dan melalui banyak jalur. Banyak hal yang dilakukan oleh para penyebar Islam demi terselarasnya Islam di mata masyarakat. Setelah Islam berkembang banyak lembaga-lembaga Islam yang bermunculan, seperti sekolah-sekolah agama, madrasah, pesantren, sampai pergruruan-perguruan tinggi Islam lainnya. Dan lembaga-lembaga itu masih banyak yang aktif sampai sekarang.
Tujuan dari bermunculannya lembaga-lembaga social dan politik tidak lain yaitu untuk mempertahankan agama Islam, dengan cara pendidikan yang kemudian terus menerus diajarkan pada generasi-generasi baru. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa berkembangnya Islam di Asia Tenggara antara lain juga dipengaruhi oleh adanya kepentingan politik baik dari individu ataupun kelompok.
















PENUTUP
A.    Kesimpulan
·         Islamisasi  di Asia Tenggara dimulai sejak dunia Islam melakukan hubungan  hubungan baik  dengan kerajaan- kerajaan di Asia Tenggara.
·         Azyumardi Azra mengatakan bahwa perkembangan Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap: (1) Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India dan Persia di sekitar pelabuhan (terbatas). (2) Sejak datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Pilipina, sampai abad XIX M. (3) Tahap Liberalisasi kebijakan pemerintahan kolonial, terutama Belanda di Indonesia. Pada tahap ini, proses Islamisasi di Asia Tenggara sampai bentuknya seperti sekarang ini.
·         Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi.

B.     Rekomendasi
Dalam makalah ini, tentu saja dalam pembuatan serta penyusunannya banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki, baik dari dimensi tulisan maupun dimensi pembahasannya. Karena Kami sadar bahwa tiada manusia yang sempurna, begitupun dengan makalah ini. Maka dari itu, Kami berharap semoga para pembaca bisa memberikan kritik, saran, beserta tambahan untuk makalah ini, sehingga menjadi lebih luas.
Kemudian daripada itu, semoga diskusi yang akan datang lebih baik dari sekarang, karena apabila hari ini sama dengan hari kemarin berarti termasuk orang yang rugi. Maka, berusaha untuk lebih baik dari yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Haddad, Al-habib Alwi bin Thahir. Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh.   Jakarta : Lentera Basritama. 2001
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. 2008
Mubarok, Jaih. Sejararah Peradaban Islam (Sebuah Pengantar). Bandung : Pustaka Bani Quraisy.  2004
Daulay, Haidar Putra.  Dinamika Islam di Asia Tenggara.  Jakarta : Rineka Cipta. 2009
Yatim, Badri.  Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyyah II.  Jakarta : Raja Grafindo.  2008










BIODATA PENULIS

Nama                           :Umul Khafidhoh
Tempat, tanggal lahir   :
Asal sekolah                :
Alamat                         :
No HP/telp                   :


Nama                           : Musni Wulandari
Tempat, tanggal lahir   : Cirebon, 15 Maret 1992
Asal sekolah                : MA. Mafatihul Huda
Alamat                         : Blok Makam Dawa 07/02 Desa Getasan
No HP/telp                   : 087729681972/089660705942


Nama                           :Muhandani Gifari Razoni
Tempat, tanggal lahir   : Cirebon, 23 Maret 1993
Asal sekolah                :
Alamat                         :BTN Kedung Bunder Blok B5 No. 12A 04/07
                                    Kec. Gempol-Kab. Cirebon
No HP/telp                   : 089664233882/087829071101




Nama                           : Yusuf Saputra
Tempat, tanggal lahir   :
Asal sekolah                :
Alamat                         :
No HP/telp                   :


Nama                           :Nuralimin Sajjadi
Tempat, tanggal lahir   :
Asal sekolah                :
Alamat                         :
No HP/telp                   :


[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyyah II, Jakarta : Raja Grafindo, 2008, hlm. 5
[2] Azyumardi Azra. Renaisans Islam Asia Tenggara. 1999. Bandung : Remaja RosdaKarya. Hlm :31-32
[3] Dr.H. Jaih Mubarok, M.Ag. 2004. Sejararah Peradaban Islam. Hal:145-146
[4] Dr.H. Jaih Mubarok, M.Ag. 2004. Sejararah Peradaban Islam.Hal:146-147

[5] Dedi Supriyadi, M.Ag.2008. Sejarah Peradaban Islam. Hal:192-193
[6] Ibid. Hal:193-195
[7] Dr.H. Jaih Mubarok, M.Ag. 2004. Sejararah Peradaban Islam.Hal:147

[8] Dedi Supriyadi, M.Ag.2008. Sejarah Peradaban Islam. Hal:196
[9] Dedi Supriyadi, M.Ag.2008. Sejarah Peradaban Islam. Hal:197-199
[10] Haidar Putra Daulay, Dinamika Islam di Asia Tenggara, Jakarta : Rineka Cipta, 2009, hlm. 13-14
[11] Al-habib Alwi bin Thahir Al-Haddad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh, Jakarta : Lentera Basritama, hlm. 121
[12]  Haidar Putra Daulay, Op. Cit, hlm.63
[13] Dedi Supriyadi, M.Ag.2008. Sejarah Peradaban Islam. Hal: 231

Label: